Ahad 22 Dec 2013 21:23 WIB

Keteguhan Asiyah

Firaun
Firaun

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Suharyo Widagdo

Meskipun bersuamikan Firaun, Asiyah binti Muzahim tak terpengaruh dengan tabiat buruk suaminya yang mengaku sebagai Tuhan. Ia justru beriman kepada Allah SWT dan rela mati di tangan suaminya sendiri demi keyakinannya itu.

Kisah keimanan Asiyah binti Muzahim ini diabadikan dalam Alquran. “Dan Allah membuat istri Firaun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata, Ya Rabb-ku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam Firdaus, dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” (QS at-Tahrim [66]: 11).

Asiyah binti Muzahim termasuk sedikit di antara manusia yang namanya terukir dalam Alquran. Tidak hanya itu, ia pun juga termasuk satu di antara empat wanita terbaik di alam semesta, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sebaik-baik wanita di semesta alam ada empat, yaitu Asiyah istri Firaun, Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid, dan Fatimah binti Muhammad.” (HR Bukhari dan Tirmidzi).

Peristiwa lain yang diabadikan Allah adalah perjuangan Asiyah saat menemukan bayi Musa di sungai. Atas persetujuan Firaun, lantas Musa diangkat sebagai anak angkat di kerajaan itu. Asiyah sendiri pada waktu itu belum dikaruniai seorang anak pun sehingga besar keinginannya untuk mengadopsi Musa.

Padahal, kala itu Firaun telah memutuskan untuk membunuh semua bayi yang terlahir berjenis kelamin laki-laki. Konon, menurut ahli nujum, kekuasaan Firaun akan jatuh oleh seorang laki-laki yang lahir di zaman itu.

Dan berkatalah istri Firaun, (Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak, sedang mereka tiada menyadari.” (QS al-Qashshas [28]: 9).

Bujukan Asiyah untuk menggagalkan pembunuhan bayi Musa itu pun membawa hasil. Firaun mengabulkan permintaan istrinya. Sejak itu, hiduplah bayi Musa dalam lingkungan istana Firaun dan di bawah asuhan Asiyah binti Muzahim.

Singkat cerita, ketika bayi Musa telah tumbuh dewasa dan semua orang berbondong-bondong menyatakan pengakuan terhadap Firaun, Asiyah malah sebaliknya.

Ia terang-terangan menolak Firaun sebagai Tuhan. Betapa pun besar kecintaan dan kepatuhannya kepada suami, ia tidak bisa menerima pengakuan itu. Ia tetap memegang teguh keyakinannya bahwa Tuhan yang patut disembah adalah Allah SWT.

Sikapnya itu membuat Firaun marah. Asiyah terus-menerus mendapat tekanan agar meninggalkan keyakinannya itu.

Tetapi, usaha itu sia-sia. Meskipun hidup di bawah tekanan dan ancaman, ia tak takut sedikit pun untuk mempertahankan keyakinannya. Ia sabar menghadapi perilaku buruk suaminya dan hanya pasrah kepada Allah.

Asiyah tetap teguh mengikuti ajaran Musa AS walaupun nyawa sebagai taruhannya. Ketika Firaun masuk ke kamarnya setelah membakar keluarga Masyitah, Firaun berkata, “Kuharap kamu telah menyaksikan apa yang terjadi atas perempuan yang ingkar kepada Tuhannya yang agung, Firaun.

Dengan cepat Asiyah menyela, “Celaka engkau, hai Firaun dengan azab Allah.” Seketika perkataannya itu telah membuat Firaun marah besar.

Firaun segera memerintahkan para pengawal untuk mengikatnya di empat tiang kebun istana, kemudian para pengawal mengambil cambuk dan menderakan ke tubuh Asiyah.

Selain itu, Firaun memerintahkan untuk memperkeras siksaan itu. Tak sepatah kata pun keluar dari mulut Asiyah selain munajat kepada Allah SWT.

Akhirnya, Asiyah binti Muzahim rela kehilangan nyawa di tangan suaminya sendiri demi mempertahankan keimanannya kepada Allah SWT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement