REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ferry Kisihandi
Tak bertepuk sebelah tangan. Tawaran mahasiswi Muslim di Eastern Michigan University, Amerika Serikat (AS), mendapat sambutan.
Rekan mereka yang non-Muslim bersedia mencoba sehari mengenakan jilbab. Merasakan pengalaman bagaimana mengenakan busana Muslimah itu.
Kegiatan berlangsung melalui program bernama Hari Hijab. Asosiasi Mahasiswa Muslim (MSA) di universitas menggelar acara itu di ruangan Women’s Resource Center. Puluhan mahasiswi non-Muslim memadati ruangan tersebut.
“Sangat menyenangkan bertemu orang-orang yang ingin mencoba jilbab,” kata Amala Farah, mahasiswi Muslim baru di Eastern Michigan University, seperti diberitakan The Eastern Eco, surat kabar milik Eastern Michigan University. Ia juga bahagia atas antusiasme mereka.
Menurut Farah, mereka terlihat lebih menghayati dibandingkan para perempuan berjilbab sendiri. Ia mengatakan, acara berlangsung pukul 10.00 hingga 15.00 waktu setempat. Anggota MSA membantu mahasiswi non-Muslim mengenakan jilbab untuk pertama kalinya.
Bukan hanya praktik berjilbab. Mereka juga mendengarkan kuliah mengenai jilbab. Konsultan pernikahan dan keluarga, Nadia Bazzy, dipercaya untuk menyampaikan materi tentang itu. Ia mengisahkan pengalamannya sebagai perempuan berjilbab di AS.
“Untuk merasakan pengalaman atas sesuatu yang baru dan memahaminya dengan baik, harus mencobanya,” kata Bazzy. Ia menyatakan, setelah mengenakan jilbab untuk pertama kalinya, mereka bisa berempati terhadap Muslimah berjilbab.
Ia menggambarkan mengenai prinsip-prinsip hijab dalam Islam. Termasuk, tantangan yang dihadapi perempuan berjilbab. Bazzy telah berjilbab sejak usianya 16 tahun. Ia menuai kritik dari keluarga atas keputusannya itu.
Ayahnya khawatir Bazzy mengalami diskriminasi dan dijauhi teman-temannya. Saat itu, ia belajar di sekolah Katolik. Ia mengaku justru terinspirasi berhijab dari tradisi Katolik yang mengacu pada Maria. “Ide hijab tak hanya ada di dalam Islam.”
Setelah mahasisw non-Muslim mengalami sendiri mengenakan jilbab. Sejumlah kisah pun bertaburan. “Saya tercerahkan melalui pengalaman. Saya senang melakukannya,” kata seorang mahasiswi, Emily Chadwick.
Menurut dia, ia gembira dapat menikmati pengalaman budaya lain. Lain lagi kisah Mariah Brito. Ia mengatakan, ada populasi Muslim besar di Michigan. “Tak ada orang yang merasa aneh melihatku mengenakan jilbab,” jelas Brito.
Ada sejumlah teman yang kurang akrab melihatnya dengan wajah kurang bersahabat. Namun, kata dia, saat mereka tahu apa yang ia lakukan, akhirnya mereka paham mengapa ia mengenakan jilbab di kampus.
Presiden MSA Elaf Alchurbaji terkesan dengan program ini yang ia nilai sukses. “Saya suka ketika Bazzy mengatakan hijab bukan sekadar untuk tampilan luar. Tapi, mestinya menjadi ekspresi dari kedalaman hati melalui perilaku sehari-hari,” katanya.