REPUBLIKA.CO.ID, Imam Ahmad bin Hanbal menginterpretasikan satu majelis dalam arti nonfisik. Ijab dan kabul harus diucapkan dalam satu waktu atau satu upacara. Apabila ijab diucapkan oleh wali dalam satu upacara, maka akad nikah tersebut tidak sah meskipun kedua upacara itu merupakan bagian acara akad nikah dan dilakukan dalam satu tempat.
Imam Abu Hanifah serta fukaha ahlurra’yi (Ahlulhadis dan Ahlurra’yi) dari Kufah (Irak) menyetujui pandangan Ahmad bin Hanbal tersebut. Ulama Mazhab Hanbali dan Hanafi berpendapat bahwa apabila upacara itu satu waktu dan pelaksanannya cukup lama, dan wali mengucapkan ijabnya pada awai upacara.
Sementara kabul diucapkan calon suami pada akhir upacara, maka nikah itu tetap sah meskipun jarak waktu keduanya cukup lama. Ini disebabkan, ijab dan kabul yang dilangsungkan dalam upacara itu tidak dibatasi oleh hal-hal yang memberi kesan adanya pengunduran diri dari masing-masing pihak.
Berdasarkan hal itu, ulama Mazhab Hanbali mensyaratkan kabul itu segera diucapkan setelah ijab, dan tidak boleh ada kegiatan lain berupa perkataan dan perbuatan yang tidak ada kaitannya dengan akad nikah. Keharusan bersambungnya ijab dan kabul dalam satu upacara menunjukkan kesungguhan pihak yang berakad.
Keharusan bersambungnya ijab dan kabul dalam satu waktu upacara akad tidak hanya diwujudkan dengan bersatunya ruangan secara fisik. Jika wali mengucapkan ijabnya dengan pengeras suara dari satu ruangan dan langsung disambut oleh calon suami dengan ucapan kabul melalui pengeras suara dari ruangan lain serta masing-masing mendengar ucapan yang lain dengan jelas, akad nikah itu dipandang sah.
Berkaitan dengan itu, menurut ulama Mazhab Hanbali, keharusan dua orang saksi adalah mendengar dan memahami ucapan ijab dan kabul dari pihak yang berakad serta mengetahui betul bahwa ucapan itu dari pihak yang berakad. Menurut mereka, saksi tidak harus melihat langsung kedua pihak yang berakad ketika akad berlangsung.
Apabila seorang saksi mendengar ucapan ijab dan yang lain mendengar ucapan kabul, maka akadnya tidak sah karena yang dituntut adalah dua orang saksi yang mendengar ucapan kedua pihak. Sebagai implikasi pendapat Mazhab Hanbali, praktek akad nikah melalui telepon dapat dipandang sah karena persyaratan dua orang yang berakad harus mendengar dan mengetahui secara jelas ucapan masing-masing dapat terpenuhi melalui telepon.