REPUBLIKA.CO.ID, STRASBROUGH -- Di kota Strasbourg sebelah timur Prancis, pengadilan membela larangan atas cadar di publik sebagai aturan demokratis yang didukung “keyakinan kuat publik Perancis.”
“Memakai cadar tidak hanya menyulitkan identifikasi seseorang, namun juga membuat pemakainya tidak dapat dibedakan dari yang lain yang juga memakai cadar dan secara efektif menghapus perempuan yang memakainya,” ujar pengacara pemerintah Perancis Edwige Belliard seperti dikutip voanews.com, Kamis (28/11).
Menurutnya, setiap warga negara bebas memakai pakaian-pakaian atau simbol-simbol lain di publik yang mengindikasikan keyakinan agama mereka.
Ramby de Mello, pengacara Inggris yang mewakili seorang Muslimah Perancis yang tidak disebutkan namanya dan menantang larangan tersebut, mengatakan aturan itu melanggar hak-hak keyakinan, kebebasan berbicara dan privasi kliennya dan membuatnya merasa “seperti tahanan di negaranya sendiri.”
"Cadar merupakan “bagian dari identitasnya sama halnya dengan DNA untuk kita,” ujarnya. Keputusan baru akan dikeluarkan beberapa bulan mendatang.
Ini untuk pertama kalinya pengadilan Strasbourg mempertimbangkan legalitas cadar di publik. Belgia dan wilayah Ticino di Swiss juga melarangnya dan para politisi di Italia dan Belanda telah mengusulkan aturan serupa di sana.