REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Afriza Hanifa
Seorang pencuri memanjat tembok sebuah rumah di malam yang sunyi dan gulita. Bukan sembarang rumah, ia memanjat rumah seorang ulama ternama di kotanya. Bukan pula sembarang ulama, si pemilik rumah merupakan tabi’in, murid para sahabat Rasulullah.
Saat masuk di dalam rumah sang ulama, si pencuri mulai mencari barang-barang berharga. Namun ia telah melihat seisi rumah, tak ada yang dapat ia ambil sebagai barang berharga. Si pencuri benar-benar kecewa.
Tak mendapat hasil curian, si pencuri justru kepergok si pemilik rumah. Rupanya si ulama tengah beribadah dan tahu rumahnya kemasukan maling. Namun dengan santai, sang ulama mendekati si pencuri dan berkata, “Saudaraku, semoga Allah mengampunimu. Anda memasuki rumah saya dan tak mendapati barang yang layak diambil. Akan tetapi, saya tak ingin anda meninggalkan rumah saya tanpa membawa keuntungan,” ujar si ulama, tanpa merasa takut ataupun terkejut rumahnya dibobol maling.
Justru si pencuri lah yang terkejut. Ia pun bertanya-tanya, apa maksud si ulama. Malang betul nasibnya, tak mendapat curian, kedapati mencuri oleh ulama pula, bisik hati si pencuri. Ia pun hanya membisu, menanti apa yang direncanakan sang ulama.
Ulama tersebut pun pergi ke belakang rumah dan mengambil sebuah wadah penuh air. Ia pun menyodorkannya kepada si pencuri. Tentu saja si pencuri kebingungan. “Ambillah air wudhu dan lakukanlah dua rakaat shalat. Karena jika Anda melakukannya, maka Anda akan meninggalkan rumah saya dengan harta yang jauh lebih besar daripada harta yang anda cari saat memasuki rumah saya,” kata sang alim.
Sedari tadi, si pencuri telah merasakan sebuah kerendahan hati sang ulama. Tanpa pikir panjang, hatinya merasakan keinginan yang sangat untuk menjalankan nasihat sang ulama. “Ya, itu adalah sebuah tawaran yang sangat baik,” kata si pencuri.
Ia pun kemudian berwudhu dan shalat dua rakaat. Setelah melakukannya, ia berkata kepada sang ulama, “Wahai alim, apakah kau keberatan jika aku tinggal sementara waktu disini? Aku ingin melakukan dua rakaat shalat lagi,” ujarnya dengan mata berkaca. Ia merasakan keajaiban dalam hatinya saat melakukan dua rakaat yang disarankan sang ulama.
Sang ulama pun menjawab, “Silahkan, tetaplah di sini, sebanyak apapun rakaat yang Anda inginkankan untuk dilakukan,” ujarnya.
Si pencuri pun senang. Bukan hanya tambahan dua rakaat, ia bahkan shalat sepanjang malam di rumah sang ulama. Ia terus beribadah hingga pagi hari. Saat pagi, si pencuri pamit. Sang ulama pun berkata padanya, “Pergilah, dan jadilah orang baik,” tuturnya.
Namun si pencuri berubah pikiran. Ia enggan pergi dari rumah sang ulama. Ia pun berkata, “Apakah kau keberatan jika aku tinggal di sini denganmu hari ini, karena aku ingin berpuasa hari ini,” pintanya.
Sang ulama pun justru senang. “Tinggallah selama yang Anda inginkan,” kata si ulama.
Si pencuri pun kemudian tinggal bersama sang ulama selama beberapa hari. Ia selalu shalat tepat waktu, dan tak pernah luput shalat malam. Ia juga sangat rajin berpuasa. Hingga kemudian, si pencuri memutuskan untuk pergi. Ia berkata kepada sang ulama, “Aku telah memutuskan untuk bertobat dari dosa-dosaku di waktu silam,” ujarnya.
Sang ulama pun bersyukur dan bahagia, “Sungguh segala sesuatu ada di tangan Allah,” tuturnya. Sepulang dari rumah ulama, si pencuri membenahi hidupnya. Ia mulai menjalani hidup sebagai seorang muslim yang beriman dan bertawka kepada Allah.
Hingga suatu hari, ia bertemu dengan kawan lamanya yang berprofesi sebagai pencuri. Teman itu pun bertanya, “Apa kau sudah menemukan harta yang banyak?”
Si pencuri yang telah mendapat hidayah pun berkata, “Saudaraku, aku tak menemukan apapun kecuali Malik Ibn Deenar. Aku pergi untuk mencuri di rumahnya, namun dialah yang justru mencuri hatiku. Aku telah bertaubat kepada Allah dan aku memohon ampunan kepadaNya,” ujarnya.
Malik Ibn Deenar merupakan ulama yang memberikan nasihat kepada si pencuri. Beliaulah yang rumahnya menjadi target si pencuri yang justru mendapatkan hidayah darinya. Kisah diatas merupakan kisah nyata dari seorang ulama yang shalih, Malik Ibn Deenar.
Seperti disebut sebelumnya, beliau merupakan tabiin, generasi setelah sahabat Rasulullah. Beliau lahir di era shaahabat Rasulullah Ibn Abbas. Beliau mengenal baik para shahabat Rasulullah, diantaranya Anas bin Malik. Beliau juga merupakan rawi hadits dan banyak meriwayatkan hadits. Semoga Allah merahmati mereka semua.