REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penuturan almarhum Ustaz Mawardi, seorang dai Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang berdakwah di 14 desa di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalemo, Gorontalo, masih berbekas di ingatan Direktur Eksekutif Lembaga Amil Zakat, Infak, Sedekah (LAZIS) Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) H Ade Salamun, Juli 2012.
''Saya semakin tua, stamina kian lemah,” kata Ade menirukan perkataan almarhum. Berat badannya pun menurun, bukan lantaran sakit, tetapi akibat sering terkena angin malam lantaran turun seorang diri ke-14 desa tersebut guna berdakwah menggunakan sepeda motor.
”Tolong beri saya teman satu dai lagi,” kata almarhum. Dia pun berkelakar, siap menyediakan tempat tinggal dan ladang untuk digarap, bahkan gadis tercantik untuk dipersunting.
Dewan Dakwah kehilangan salah satu putra terbaiknya, yang sudah berdakwah belasan tahun di pedalaman Gorontalo. Begitu pun warga Wonosari, kehilangan salah satu warga terbaiknya.
Dakwah tak boleh terhenti dengan meninggalnya almarhum. “Tahun ini kita kirimkan pengganti almarhum,” ujar Ade Salamun di sela acara Pelepasan Dai di Aula Dewan Dakwah, Jakarta, Rabu, (25/9).
Pelepasan Dai dihadiri Ketua Umum DDII KH Syuhada Bahri beserta jajaran pengurus harian Dewan Dakwah dan Jamaah Pengajian Reboan.
Juga para pengurus LAZIS Dewan Dakwah beserta donatur dan mitra kerjanya. Hadir pula para dosen dan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Muhammad Natsir (STID Natsir).
Dalam sambutannya, KH Syuhada Bahri mengatakan, tahun ini Dewan Dakwah mengirimkan 10 dai alumnus STID Natsir ke pedalaman di sembilan provinsi, yaitu Kepulauan Riau, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Lampung, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur.
Setelah setahun mengabdi di pedalaman, para dai tersebut ditarik ke Pusat untuk melanjutkan pendidikan ke strata dua.
''Kecuali yang nyangkut, mendapat jodoh warga setempat dan menetap di sana,'' kata Ustaz Syuhada. Lulus S-2, para kader dai kembali mengabdi setahun di pelosok Nusantara sebelum kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang doktoral.
Ketua STID Natsir Dr Mohammad Noer menjelaskan, kesepuluh dai tersebut merupakan sarjana ilmu komunikasi dan penyiaran Islam.
Mereka adalah dai sarjana angkatan keempat, dengan kualifikasi lulus strata satu, hafal minimal empat juz Alquran dan mengikuti pembekalan pengabdian dakwah.
Pembekalan dai dinilai penting untuk meningkatkan kapasitas dan posisi tawar dai di tengah umat. Seperti dituturkan Hery Sitorus, yang sudah setahun mengabdi di pedalaman Mentawai, di lapangan, dai Dewan Dakwah mau tidak mau harus menjadi solusi.
Ia misalnya mengajak masyarakat bercocok tanam padi agar tidak lagi memakan umbi-umbian. Setelah 15 tahun terakhir tidak mengenal sawah padi, akhirnya sejak tahun lalu warga setempat panen raya 20 hektare lahan padi.
Keberhasilan memberikan solusi mengatasi krisis pangan itu memperlancar dakwah Hery. Dalam acara yang sama, Bank Mega Syariah menyerahkan zakat korporat untuk mendukung Program Dakwah Pedalaman.
Sedangkan, Al-Azhar Peduli Ummat memberikan asuransi kesehatan syariah bagi kesepuluh dai yang akan bertugas ke lapangan.