Rabu 09 Oct 2013 18:47 WIB

Masjid Potensial Sebagai Pusat Pemberdayaan Ekonomi Umat

Rep: Siwi Tri Puji B/ Red: Heri Ruslan
Seorang dai memberikan ceramah agama di masjid.  (ilustrasi)
Foto: Antara
Seorang dai memberikan ceramah agama di masjid. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Etos wiraswasta umat Islam harus terus digenjot, antara lain dengan pemberdayaan masjid sebagai pusat kegiatan ekonomi. Menurut peneliti utama Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Abdul Aziz, etos wiraswasta umat masih lemah.

"Mereka tak terbiasa hidup tertantang untuk memutar otak mengoptimalkan potensi ekonomi yang ada," katanya, dalam Dialog Multikultural Pemuka Agama di Jambi, Rabu (9/10).

Di sisi lain, sebagian umat Islam masih berfaham jabbarriyah atau pasrah. "Para pemuka agama dan ulama harus mengajarkan pentingnya kerja keras dalam kehidupan, seperti yang dicontohkan para nabi," katanya.

Berdasar data Dewan Masjid Indonesia, terdapat 800 ribu masjid dan mushala di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, kata Sekretaris Bidang Dakwah dan Kajian DMI, Ahmad Yani, hanya sebagian kecil saja masjid yang dikelola secara profesional, termasuk untuk menggerakkan ekonomi umat. "Bila ditangani secara benar, akan menjadi kekuatan ekonomi yang sangat besar," katanya.

Menurut dia, aktivitas ekonomi di masjid sah secara syar'i. "Yang dilarang adalah transaksi jual beli di dalam masjid," katanya.

Dalam acara yang diikuti pemuka agama dari pusat dan daerah ini, sejumlah nara sumber dan pelaku pemberdayaan ekonomi umat dihadirkan, antara lain dari Persatuan Islam, wirausaha Muslim lokal, dan takmir masjid Al Ikhlas Jatipadang, Jakarta Selatan, satu dari dua masjid di Indonesia yang mengantongi sertifikat ISO dari lembaga asing.

Persis dalam paparannya menguraikan kiat  pengembangan udahanya dengan model "dari umat untuk umat". "Setiap permodalan dihimpun dari umat, dikelola oleh umat, dan untuk kepentingan umat di bawah koordinasi jam'iyyah Persatuan Islam," kata Prof Dr M Abdurrahman MA, Ketua Umum Pimpinan Pusat Persis.

Dana, katanya, mulai dihimpun mulai tahun 2001 melalui surat edaran Gerakan Abadi Umat. Selain itu, Persis juga melakukan optimalisasi tanah wakaf dengan disewakan untuk dijadikan tempat usaha melalui pola kemitraan. "Dengan modal sama-sama memegang amanah umat, alhamdulillah semua berjalan lancar," katanya.  

Dari dana itu, mereka berinvestasi dalam berbagai sektor, mulai penyewaan ruang usaha, perdagangan barang dan jasa, hingga usaha pompa bensin. "Semua menghasilkan profit yang disalurkan untuk aneka amal kegiatan jam'iyyah," kata Abdurrahman.

Ia mencontohkan usaha Persis dalam bidang perdagangan emas. Dengan modal 100 juta pada 2001, mereka kini mengelola lima outlet dengan omzet penjualan rata-rata masing-masing  300 gram emas per hari. "Hingga akhir tahun 2012, nilai investasi mencapai Rp 3,25 miliar dan menyumbang Rp 50 juta per bulan untuk operasional jam'iyyah," katanya.

Pada kesempatan yang sama, Rahadi Mulyanto,  Sekretaris dan Manajemen Representatif ISO Masjid Al Ikhlas Jatipadang, Jakarta Selatan menyatakan dengan komitmen bersama, manajemen masjid bisa dikelola secara profesional serta mampu  menghasilkan profit untuk amal kegiatan masjid. Hal ini dibuktikan oleh masjid yang dikelolanya, yang berhasil mengantongi sertifikat ISO 9001:2008. "Penjaminan ISO memastikan sistem manajemen mutu dengan menitikberatkan pada kepuasan jamaah," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement