Selasa 02 Jul 2013 12:00 WIB

Biblioterapi

Kitab Suci Alquran (ilustrasi).
Foto: wordpress.com
Kitab Suci Alquran (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh Muhbib Abdul Wahab  

Hanya Islam satu-satunya agama di dunia ini yang perintah pertamanya adalah membaca (QS al-Alaq [96]: 1-3). Dalam bahasa Arab, kata “iqra” mengandung arti menghimpun (informasi, data, pengetahuan, dan wawasan), meneliti, memahami, menganalisis, membaca, dan memaknai.

Karena itu, perintah tersebut tidak harus dimaknai sekadar membaca (melafalkan simbol-simbol bunyi dalam bentuk tulisan), melainkan harus dipahami dalam makna generiknya yang luas tersebut. Dengan demikian, perintah iqra berarti juga perintah meneliti, mengembangkan sains dan teknologi, serta mengkaji dan memahami persoalan secara akademik-ilmiah.

Membaca adalah sendi tegaknya kehidupan dan peradaban manusia. Membaca tidak hanya bermanfaat bagi siapa pun yang haus informasi, tetapi kini juga dapat difungsikan sebagai terapi (pengobatan). Iqra bukan hanya menjadi terapi ‘kebodohan’, tetapi juga terapi untuk berbagai penyakit, terutama psikosomatik.

Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat (AS), Mesir, dan negara-negara di Eropa, kini sedang dikembangkan terapi dengan membaca (al-‘ilaj bil qira’ah) atau biblioterapi. Di Florida, AS, pernah ada uji coba penggunaan bacaan Alquran terhadap lima sukarelawan non-Muslim dalam proses terapi penyakit mereka.

Riset eksperimen itu membuktikan bahwa 97 persen bacaan Alquran dapat menormalkan fungsi-fungsi saraf dan menurunkan ketegangan jiwa, membuat suasana hati menjadi lebih rileks meskipun mereka tidak memahami bahasa Arab (isi Alquran). Apalagi, jika mereka memahami kandungan dan pesan yang ada dalam Alquran.

Biblioterapi sebenarnya sudah dimulai pada abad ke-13 di Rumah Sakit al-Manshur, Kairo, Mesir. Selain diberi obat yang sesuai jenis penyakitnya, para pasien saat itu juga diberi terapi berupa bacaan ayat-ayat Alquran. Hasilnya sangat positif. Selain memberi sugesti positif, mereka merasakan kedamaian hati sehingga memperoleh kesembuhan yang lebih cepat.

Biblioterapi di beberapa rumah sakit di Eropa juga dikembangkan dalam bentuk musik. Pasien dibuat rileks dengan mendengar musik-musik religius sehingga beban psikologis berupa rasa sakit berkurang. Dalam karyanya, al-‘Ilaj bi al-Qira’ah (terapi dengan membaca), Dr Sya’ban Khalifah menyatakan bahwa rumah-rumah sakit Islam sudah saatnya mengembangkan biblioterapi.

Ini sebagai bagian dari proses penyembuhan berbagai penyakit, terutama penyakit jiwa. Selain diberi bacaan religius yang perlu dibaca sebelum maupun sesudah proses pengobatan kepada para pasien, perlu diperdengarkan secara periodik alunan ayat-ayat Alquran. Dokter berperan penting membuat pasien merasa yakin (iman) bahwa ayat yang didengar atau dibaca sendiri secara langsung dapat membantu proses terapi.

Biblioterapi, menurut Sya’ban Khalifah, memang sesuai dengan firman Allah, “Dan Kami turunkan Alquran suatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman .…” (QS al-Isra’ [17]: 82). Dalam konteks ini, Umar bin al-Khaththab pernah menyatakan, “Siapa yang tidak berterapi dengan Alquran, Allah tidak akan memberi kesembuhan. Dan siapa yang tidak merasa cukup dengan Alquran, Allah tidak akan memberikan kecukupan kepadanya.”

Jadi, selama dikaitkan dengan nama Allah (bismirabbik), membaca itu ternyata tidak hanya baik untuk mencerdaskan umat, tetapi juga menyembuhkan aneka penyakit, termasuk penyakit korupsi. Calon koruptor boleh jadi mengurungkan niatnya untuk korupsi. Jika, misalnya, di tempat dia bekerja dibacakan ayat-ayat suci yang menjelaskan hukuman potong tangan bagi pencuri. Wallahu a’lam bish shawab.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement