REPUBLIKA.CO.ID, Pendidikan mendapat tempat yang sangat penting dalam Islam. Banyak hadis Rasulullah yang menekankan pentingnya pendidikan. Karena itu, dalam sejarah Islam menempatkan aspek pendidikan dalam skala prioritas pembangunan.
Salah satunya dengan membangun perguruan tinggi atau universitas yang akan mencetak para intelektual Muslim. Pembangunan universitas ini dimulai sejak abad pertengahan ketika Islam mengalami kejayaan.
Hingga kini universitas tersebut tetap eksis dan melanjutkan upaya mencetak intelektual-intelektual muda Muslim. Usianya yang sudah ratusan tahun membuatnya makin matang. Keberadaannya sangat disegani dan diperhitungkan. Sudah ribuan bahkan jutaan sarjana yang dihasilkan. Mereka mewarnai peradaban dan perkembangan dunia Islam.
Universitas al-Qarawiyyin
Al-Qarawiyyin adalah bagian dari masjid dan didirikan pada 859 Masehi oleh Fatima al-Fihria, putri seorang pedagang kaya bernama Muhammad al-Fihri. Keluarga al-Fihri telah bermigrasi dari Kairouan (di sinilah asal nama masjid), Tunisia ke Fes pada awal abad ke-9. Selain tempat untuk ibadah, masjid segera berkembang menjadi tempat untuk pelajaran agama dan diskusi politik, secara bertahap memperluas pendidikan untuk berbagai mata pelajaran, khususnya ilmu alam.
Lambat laun materi yang diajarkan dan dibahas dalam ajang diskusi itu berkembang mencakup berbagai bidang. Tak cuma mengkaji Alquran dan fikih, tapi juga meluas hingga ke bidang tata bahasa, logika, kedokteran, matematika, astronomi, kimia, sejarah, geografi, bahkan musik. Beragam topik yang disajikan oleh para ilmuwan terkemuka ini akhirnya membetot perhatian para pelajar dari berbagai belahan dunia. Sejak itulah, aktivitas keilmuan di Masjid al-Qarawiyyin berubah menjadi kegiatan keilmuan bertaraf perguruan tinggi.
Universitas Sankore
Universitas yang ada di Timbuktu, Mali, Afrika Barat, ini selama empat abad lamanya sempat menjelma menjadi lembaga pendidikan berkelas dunia. Didirikan pada 989 Masehi, Universitas Sankore menyedot perhatian kalangan muda dari berbagai penjuru dunia untuk menimba ilmu di dalamnya.
Pada abad ke-12, jumlah mahasiswanya mencapai 25 ribu orang. Padahal, jumlah penduduk Kota Timbuktu di masa itu hanya berjumlah 100 ribu jiwa. Universitas ini diakui kualitasnya karena lulusannya mampu menghasilkan publikasi berupa buku dan kitab yang berkualitas. Buktinya, baru-baru ini di Timbuktu, Mali, ditemukan lebih dari satu juta risalah. Selain itu, di kawasan Afrika Barat juga ditemukan tak kurang dari 20 juta manuskrip.
Aktivitas keilmuan di Sankore bemula dari masjid. Pada 989 M kepala hakim di Timbuktu bernama Al-Qadi Aqib bin Muhammad bin Umar memerintahkan berdirinya Masjid Sankore. Di masjid itulah kemudian aktivitas keilmuan tumbuh pesat. Seorang wanita Mandika yang kaya raya lalu menyumbangkan dananya untuk mendirikan Universitas Sankore.
Universitas Al-Azhar
Universitas ini dididirikan pada 969 M. Bangunan Al Azhar berhubungan dengan Masjid Al- Azhar di wilayah Kairo Kuno. Sumber lain menyebut, universitas ini didirikan pada 970-972 M.
Universitas ini awalnya fokus pada bidang agama, tapi kemudian mengajarkan pula ilmu-ilmu pengetahuan modern. Universitas Al Azhar dibangun pada masa pemerintahan Dinasti Fatimiyah, sementara nama Al-Azhar diambil dari nama Sayyidah Fatimah az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW. Perkuliahan pertama di Al-Azhar diberi kan oleh Ketua Mahkamah Agung Abul Hasan Ali bin Al-Nu'man dengan mengambil topik yurisprudensi Syiah yang bersumber dari kitab Al-Ikhtisar.
Keberadaan Al-Azhar sebagai sebuah institusi pendidikan terkemuka dan modern juga mendapat pengakuan dari Napoleon Bonaparte. Napoleon menyebut Al-Azhar sebagai tandingan Sorbonne, universitas tertua dan terbaik di daratan Prancis.