REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Afriza Hanifa
Dia bersafari dari satu tempat ke tempat lain demi mendapat faedah ilmu.
Setiap generasi pasti memiliki pembaruan yang menyelamatkan Muslimin dari kebodohan. Merekalah para mujaddid yang menjadi lentera di tengah kegelapan dunia.
Di bidang penafsiran kitabullah, setelah generasi ulama tafsir ternama Syaikh Ibnu Katsir, lahir generasi ulama penerus, Syaikh As-Sa’diy.
Nama lengkapnya Abu Abdillah Abdurrahman bin Naashir bin Abdullah bin Nashir As Sa’di. Syaikh berasal dari Bani Tamim yang lahir di Kota Unaizah, Qasim, wilayah Najd, Arab Saudi pada 12 Muharram 1307 Hijriyah atau 1886 Masehi.
Sejak usia sangat belia, syaikh telah kehilangan kedua orang tuanya. Sang ibu wafat saat dia baru berusia empat tahun. Kemudian, sang ayah juga meninggal saat syaikh berusia tujuh tahun.
Dia akhirnya tinggal bersama ibu tiri dan seorang saudara laki-laki. Kendati demikian, syaikh tumbuh besar sebagai seorang anak yang amat cerdas.
Sejak kecil Syaikh As-Sa’diy sudah memperlihatkan kemampuan intelektual yang luar biasa. Dia pun sangat semangat dan rajin dalam menuntut ilmu. Setiap ulama berkunjung ke kotanya, syaikh tak pernah absen dalam majelis mereka.
Tak heran jika dia telah menghafal Alquran dengan qiraah yang baik dan sempurna saat baru berusia 11 tahun. Sejak itulah, syaikh membulatkan tekad untuk fokus mempelajari ilmu agama.
Begitu banyak perjuangan syaikh demi mendapatkan ilmu agama. Dia bersafari dari satu tempat ke tempat lain demi mendapat faedah ilmu. Sebanyak mungkin ilmu harus ia peroleh, demikian tekad syaikh.