REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Afriza Hanifa
Patung anak sapi akhirnya dibakar Musa dan menjadi debu.
Pada zaman Fir'aun, setiap bayi laki-laki Bani Israil harus dibunuh. Mirip dengan kisah Musa, Samiri pun menjadi bayi laki-laki yang selamat. Bedanya, sang ibu meninggalkan bayi Samiri di dalam gua begitu saja, tak ada yang menyelamatkannya, apalagi merawatnya. Atas kasih sayang Allah, diutuslah Jibril untuk merawat sang bayi. Sejak itu, Samiri mengenal Jibril.
Setelah dewasa, Samiri terkenal sebagai seorang yang amat terasing dan enggan berbaur. Ia memiliki nama asli Mikha atau Musa bin Zhafar dan tinggal di Karman atau Bajarna. Satu-satunya yang menjadi teman Samiri adalah para musyrikin yang menyembah patung anak sapi. Dari pergaulannya yang salah tersebut, efek negatif pun melekat di hatinya. Ia juga mencintai dan mengagungkan anak sapi.
Saat Musa diutus menjadi nabi, Bani Israil pun diselamatkan dari kekejaman Fir'aun. Samiri termasuk yang ikut serta dalam rombongan Musa. Pascatenggelamnya Fir'aun, Musa menggiring Bani Israil meninggalkan Mesir. Saat menyeberangi Laut Merah menuju tanah yang dijanjikan, Jibril mendampingi Nabi Musa dan Harun. Jibril menunggangi kuda dan berada di depan rombongan. Samiri yang dahulu pernah dirawat Jibril pun mengenalinya. Tanpa ilmu, Samiri mengambil tanah bekas tapak kuda yang ditunggangi Jibril. Ia pun menyimpannya.
Dalam perjalanan, rombongan Musa mampir di sebuah desa yang penduduknya menyembah patung anak sapi. Bukan menaati Musa untuk menauhidkan Allah, Bani Israil justru meminta Musa untuk membuat satu patung untuk mereka sembah. "Wahai Musa, buatkanlah untuk kami satu sesembahan sebagaimana mereka mempunyai beberapa sesembahan," pinta mereka. Tentu saja, Musa geram mendengarnya. Ia pun kembali mengingatkan kaumnya agar hanya menyembah Allah Ta'ala semata.
Sejak singgah di desa tersebut, kekaguman Samiri pada anak sapi kembali membutakan hatinya. Ia pun bertekad suatu hari akan mengajak Bani Israil untuk menyembah anak sapi. Ia pun teringat pada tanah jejak kuda Jibril yang ia simpan dalam kantong. Dengan bisikan setan, Samiri bertekad menjadikan tanah tersebut bahan pembuatan patung.
***
Keinginan Samiri untuk menjalankan misinya mendapat kesempatan. Di tengah perjalanan, Musa meninggalkan Bani Israil untuk sementara waktu dengan tujuan mendapatkan wahyu Taurat dari Allah. Atas perintah Allah, Musa menuju bukit Thur untuk menerima mukjizat Taurat. Musa berencana pergi selama 10 malam, tapi kemudian digenapkan selama 40 malam. Sebelum berangkat, Nabi Musa pun menitipkan Bani Israil pada adiknya, Nabi Harun. "Gantikanlah aku dalam memimpin kaumku. Perbaikilah dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan," ujar Musa.
Harun pun kemudian memimpin Bani Israil. Namun, rupanya Samiri tak peduli dengan nasihat Harun. Ia pun mengajak Bani Israil untuk mengumpulkan segala perhiasan emas yang selama ini dibawa. Emas tersebut dikumpulkan untuk kemudian dilebur di atas api. Setelah emas meleleh, Samiri melemparkan tanah jejak kuda Jibril yang ia simpan selama perjalanan dari Mesir. "Jadilah anak sapi!" teriak Samiri girang tanpa merasa berdosa. Lupa sudah Samiri akan peringatan Musa agar tak menyembah berhala, tapi selalu mengesakan Allah.
Dengan kebodohan Bani Israil, mereka pun percaya dan mengikuti ajakan buruk Samiri. Alhasil, mereka pun menyembah patung anak sapi tersebut selama Musa pergi. Sementara, Harun tak sanggup melawan Bani Israil sendirian.
Saat Musa kembali, betapa marah dan sedih hatinya. Ia hanya meninggalkan kaumnya sebentar saja untuk mendapat petunjuk yang juga nantinya bermanfaat bagi Bani Israil, tapi Musa justru mendapati kaumnya telah musyrik.
Namun, Bani Israil punya banyak alasan. Mereka selalu merasa congkak dan merasa paling benar. "Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri. Tetapi, kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu (Mesir). Maka, kami telah melemparkannya dan demikian pula Samiri melemparkannya," ujar mereka.
Mendengar hal itu, Musa pun bersegera menemui Samiri. Ia sangat marah kepada Samiri yang mengkhianati perintahnya dan justru menyesatkan kaumnya. "Apa yang mendorongmu berbuat demikian, hai Samiri?" tanya Musa bernada tinggi.
Dengan enteng Samiri hanya menjawab, "Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya. Maka, aku ambil segenggam dari jejak rasul, lalu aku melemparkannya. Demikianlah nafsuku membujukku," katanya.
***
Musa pun geram dan mengusir Samiri. Patung anak sapi tersebut pun segera diseret Musa menuju api yang menyala. Tinggallah Tuhan buatan Samiri itu berupa abu. Musa pun kemudian melemparkan abu itu ke laut. Sementara itu, Samiri meninggalkan rombongan. Ia kembali hidup menyendiri. Seperti yang dikatakan Musa, Samiri akan mendapatkan azab dunia dan akhirat.
Neraka jelas hukuman Samiri di akhirat. Adapun di dunia, Samiri menderita penyakit aneh. Kulitnya tak dapat disentuh oleh siapa pun. Jika seseorang menyentuh kulitnya, Samiri merasakan panas membakar kulitnya. Akibatnya, seumur hidup, dia selalu berkata kepada orang lain, "Jangan sentuh saya!" Itulah hukuman bagi Samiri sang pelaku kesyirikan.
Kisah Samiri terdapat dalam Alquran surah Thaha ayat 85-91 dan ayat 95-98. Nama Samiri merupakan nama bahasa Arab. Kisah tersebut juga tercantum dalam Bibel dan banyak diceritakan dalam kitab Israiliyat.