REPUBLIKA.CO.ID, Takbir dalam lantunan azan Jumat terdengar dari sebuah ruangan kecil di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB). Hari itu, 27 Mei 1960, sebuah langkah kecil untuk sebuah gerakan besar dalam sejarah Salman ITB dimulai.
Saat itu untuk pertama kalinya di Indonesia shalat Jumat dilaksanakan di kampus perguruan tinggi. Dengan beralaskan koran, shalat Jumat pada hari itu berjalan lancar dengan khutbah yang disampaikan oleh Muhamad Hamron.
Pada saat itu belum ada masjid yang berdiri di ITB. Menurut Ketua Umum Yayasan Salman ITB Syarif Hidayat, sempat terjadi perdebatan panjang mengenai tempat mendirikan masjid ITB. Perebutan tanah dan izin yang sulit menjadi kendala mendirikannya saat itu. Berbagai kontroversi terjadi mulai dari fitnah panitia pembentukan masjid adalah tindakan politis untuk menggulingkan pemerintah sampai perdebatan antara Islam dan komunis.
"Waktu itu komunis sedang marak-maraknya, pertentangan dengan mahasiswa-mahasiswa terjadi karena klaim mereka terhadap tanah yang akan dibangun masjid," terang Syarif kepada Republika.
Segala perdebatan dan perselisihan mencapai klimaks pada 28 Mei 1964. Pada pukul 07.30 WIB, panitia pembangunan masjid ITB menemui Bung Karno. Sang proklamator akhirnya memberikan izin untuk mendirikan masjid dengan nama Salman. Pantia pembangunan seolah-olah mendapat angin segar dan sangat bersemangat dalam melanjutkan perjuangan membangun masjid di kampus ITB.
Dalam pembangunan Masjid Salman, menara lebih didahulukan karena dakwah bisa lebih di dengar orang dan lebih menonjol dipandang mata. Dengan adanya menara, azan akan lebih terdengar. Pembangunan menara ini ditangani oleh alumnus Teknik Sipil ITB, AM Luthfi.
***
Bantuan kemudian datang dari berbagai sumber. Antara lain, sound system dan loud speaker dari koordinator masyarakat Islam Indonesia di Jepang. Pembangunan Masjid Salman terus berlangsung. Menurut catatan dari aktivis masjid Salman, secara umum konsep struktur Salman sudah sangat maju.
Atap Salman memerlukan 500 meter kubik beton. Satu mesin pengaduk beton selama satu jam menghasilkan satu meter kubik beton. Butuh 500 jam untuk menyelesaikannya sehingga panitia pembangunan meminjam lima mesin pengaduk dan pengerjaannya selama 11 hari secara terus menerus.
Saat yang ditunggu-tunggu semua orang, terlebih panitia pembangunan Masjid Salman, datang juga. Jumat 5 Mei 1972, untuk pertama kalinya shalat Jumat bisa diselenggarakan di masjid yang diarsiteki Ir Ahmad Nu'man walau pembangunan belum kelar. Sebuah majalah yang diterbitkan oleh aktivis-aktivis Salman edisi Mei 1972 menulis, "Hari ini 21 Rabiul Awal 1392 H, bangunan masjid telah dapat dipergunakan, sekalipun dalam keadaan belum selesai. Selama 12 tahun sudah shalat Jumat dilaksanakan di aula barat ITB.
Tempat yang dengan segala kekurangannya telah menggoreskan kenangan-kenangan yang sangat indah dalam merangkum jemaah, membina ukhuwah, dan mencari ridha Allah SWT. Saatnya kini telah tiba tempat khusus yang akan kita pergunakan bersama, "Masjid Salman", di kampus kita Institut Teknologi Bandung."
***
Kurun waktu 50 tahun telah berlalu. Sekarang Salman bukan hanya menjadi pelopor masjid kampus pertama di Indonesia, tapi juga menjadi wadah pengembangan mahasiswa di ITB dan masyarakat sekitarnya. Menurut salah seorang aktivis ITB, Tristia Riskawati, Salman telah berkembang dari masa ke masa. Bukan hanya bergerak di dalam syiar Islam, tapi juga telah berkontribusi pada masyarakat sekitar.
Dalam perkembangannya, Salman yang telah memiliki yayasan sendiri bergerak menjadi penebar manfaat. Mulai dari bantuan materil hingga bantuan moril lewat ilmu pengetahuan, rumah amal, taman bacaan, pendidikan anak-anak, penanggulangan bencana, dan berbagai kegiatan lain.
Setiap tahun aktivis Masjid Salman semakin bertambah, bukan hanya dari mahasiswa ITB, tapi juga dari kampus-kampus lain seperti Universitas Padjadjaran dan lainnya. Bukan hanya mahasiswa, tapi turut menjadi aktivis anak-anak, remaja, dan juga ibu-ibu. Untuk memfasilitasi kegiatan yang dilakukan oleh anggota, didirikanlah unit-unit seperti Keluarga Remaja Islam Salman, pengajian rutin, pembinaan anak-anak Salman, dan lainnya.
"Setiap kegiatan yang dilakukan di Salman selalu berlandaskan ideologi Islam dan menebar manfaat bagi sesama," terang Tristia.
Rasanya tidak sia-sia seluruh pengorbanan para pendiri dan penggagas Masjid Salman. Semua cita-cita dan tujuan mereka untuk menjadikan Islam bertambah besar dengan gerakan-gerakan yang bermanfaat telah terwujud sekarang. Salman telah menjelma menjadi masjid berkualitas dengan kader-kader yang tak hanya unggul intelektual, tapi juga berlandaskan agama Islam. Kader berkualitas adalah Muslim yang mampu memberi manfaat bagi lainnya.
"Bohong apabila ada aktivis dakwah yang mengaku agen dakwah, namun tidak berusaha menyebarkan ilmu yang didapatnya dan memiliki mental berbagi pada sesama," ujar Syarif menambahkan.