REPUBLIKA.CO.ID, Memasuki abad ke-19 M, dua kekuatan Islam di Georgia, yakni Dinasti Turki Usmani dan Safawiyyah mulai meredup. Kekuatan umat Islam di Georgia pun semakin melemah. Pada masa itu, Kristen Rusia dibawah pimpinan Tsar menguasai Georgia. Jumlah umat Islam pun kian menyusut, meski tak sampai hilang.
Kondisi umat Islam kian terjepit di awal masa kekuasaan Soviet. Ideologi atheis yang dipegang rezim pada masa itu berupaya mematikan semua agama, termasuk Islam. Undang-undang Islam (Syariah) yang telah diberlakukan di beberapa wilayah yang ditempati umat Islam akhirnya dihapus pada 1926.
Untunglah, kondisi itu segera berubah. Sejak 1944, politik antiagama mulai berkurang. Seiring munculnya kebijakan Perestroika, umat Islam kembali bisa beribadah. Lewat sebuah kompromi, kaum Muslim mendapat kebebasan untuk menjalankan ibadah. Saat Perang Dunia II, Pemerintah Soviet mendirikan Dewan Agama Muslim untuk mengendalikan umat Islam di daerah tersebut.
Sejak pecahnya Uni Soviet, umat Islam Georgia mulai membangun jaringan dengan organisasi di luar nenegri seperti Iran dan Turki. Menurut laman Caucaz, jumlah umat Muslim di Georgia terus menurun. Jika pada 1989 jumlahnya mencapai 640 ribu jiwa atau setara 12 persen dari total populasi penduduk, maka pada 2009 hanya tinggal mencapai 423 ribu jiwa atau setara 9,9 persen dari jumlah penduduk.
Salah satu faktor yang membuat jumlah umat Islam menurun, menurut laman Caucaz, terjadi karena banyaknya umat Islam yang hijrah ke Rusia untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak, serta ada juga yang migrasi ke Azerbaijan karena alasan keluarga.