Jumat 01 Feb 2013 17:22 WIB

Ulama Kanada Bimbing Narapidana Muslim

Rep: Agung Sasongko/ Red: Djibril Muhammad
Muslim Kanada
Muslim Kanada

REPUBLIKA.CO.ID, TORONTO -- Tak sedikit jumlah narapidana Muslim di penjara Kanada. Permasalahannya, narapidana Muslim tidak mendapatkan bimbingan rohani layaknya narapidana non-Muslim.

"Anda harus memahami, banyak faktor yang membuat Muslim di penjara," ungkap Direktur Eksekutif Pelayanan Kerohanian Islam Kanada, Imam Michale Abdur Rashid Taylor, seperti dikutip onislam.net, Jumat (1/2).

Menurut Imam Abdur, penting bagi umat Islam untuk bersikap proaktif bukan reaktif. Melihat kondisi itu, Muslim Kanada segera ambil langkah cepat. Di Toronto, komunitas Muslim membentuk Forum Kesadaran di Institut Islam Toronto, Scarbourough, Kanada. 

Forum ini merupakan wadah diskusi yang dikhususkan pemberian bantuan bimbingan keagamaan kepada narapidana. Forum ini juga mengurusi masalah penciptaan lapangan pekerjaan bagi narapidana setelah keluar penjara dan dukungan para narapidana yang masih menjalani masa hukuman.

"Tantangannya sangat jelas, bagaimana ini dilakukan. Sebab, dalam layanan itu ada amanah yang diberikan umat Islam dan masyarakat AS," kata Imam Abdul Hai Patel, Direktur Dewan Hubungan Antaragama dan Kepercayaan.

Sebagai bentuk implementasi dari pembentukan forum ini, akan disiapkan dua ulama yang akan bekerja di penjara federal. Kedua ulama ini akan bermitra dengan pemuka agama lain yang terkoordinasi dengan Dewan Antaragama dan Kepercayaan.

Secara terpisah, Islamic Care Center (ICC) memastikan ambil bagian dalam kegiatan tersebut. Mereka menyiapkan sajadah, Alquran, literatur Islam, dan pengawasan berkala terhadap hak-hak keagamaan mereka.

Sementara itu, para mantan narapidana memuji niatan tulus umat Islam untuk membantu para narapidana, baik yang sudah keluar maupun masih menjalani masa hukuman. Pasalnya, banyak narapidana yang merasa frustrasi lantaran minimnya kepedulian umat Islam.

Ahmed Habhab, mantan narapidana, mengaku setelah keluar dari penjara ia merasa dikucilkan masyarakat. "Saya sebenarnya merasa bersalah dengan hal ini. Tapi, saya bisa sarankan kepada anda semua, ingatlah hari ketika anda harus berhadapan dengan Tuhan," ucapnya.

Anggota parlemen, Jim Karygannis, menilai program ini akan membuat perbedaan dalam masyarakat. "Lakukan sesuatu sehingga hidup anda tidak akan sia-sia. Kami akan mendukung," ucapnya.

Hal senada juga diungkap pendeta Harry Nigh. Menurut dia, masyarakat adalah pemegang kunci kebebasan narapidana. "Masyarakat dapat membuat perbedaan di mana pun dia berada. Ini termasuk juga soal narapidana," kata dia.

Sebelumnya, putusan kontroversial dikeluarkan Kementerian Keamanan Publik Kanada terkait keberadaan pemuka agama di luar Kristen yang memberikan bimbingan rohani kepada para narapidana. Kementerian membatalkan kebijakan mendatangkan pemuka agama bagi narapidana non-Kristen.

Menteri Keamanan Publik, Vic Toews, mengatakan pemerintah federal sangat mendukung kebebasan beragama bagi semua warga negara Kanada, termasuk tahanan. "Namun, pemerintah tidak dalam kapasitas memilih agama mana mengingat status dana yang diberikan," kata dia.

Toews mendadak menjadi buah bibir ketika membatalkan pemilihan imam Wiccan yang ditempatkan di penjara federal. Alasannya, ia tidak bisa meyakinkan pembayar pajak atas penggunaan dana tersebut.

Keputusan itu spontan memicu reaksi keras dari perwakilan agama di luar Kristen, seperti Sikh, Islam, dan Yahudi. "Ini diskriminasi," komentar pemuka agama Sikh, Harkirat Singh.

Menurut dia, bagaimana bisa pendeta Kristen memberikan bimbingan kepada penganut Sikh. Imam Aasim Rashid menilai kebijakan itu sangat tidak tepat. Sebab, kebutuhan setiap penganut agama itu berbeda. "Tidak bisa sembarangan. Terus terang, kebijakan itu sulit untuk dijalankan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement