REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pentingnya berkomunikasi atau silaturahim, dijelaskan Prof H Deddy Mulyana MA Ph D, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung. Prof Deddy kemudian mengungkapkan beberapa contoh hasil penelitian.
Pada abad ke-13, Penguasa Sicilia melakukan percobaan dengan memasukkan sejumlah bayi ke labotatorium. Bayi-bayi itu dimandikan dan disusui oleh ibu-ibu mereka, tapi tidak diajak bicara. Akibatnya sangat mengejutkan. Semua bayi dalam percobaan itu mati.
Tahun 1915, seorang dokter di Rumah Sakit John Hopskin menemukan 90 persen dari semua bayi di Panti Asuhan Baltimore, Maryland, meninggal dalam satu tahun. Tahun 1944, seorang psikolog menemukan 34 dari 91 anak panti asuhan yang diamatinya juga meninggal.
Menurut Prof Deddy, korelasi positif antara komunikasi yang efektif (tulus, hangat dan akrab) dengan usia panjang juga telah didukung oleh penelitian terbaru yang dilakukan Michael Babyak dari Universitas Duke dan beberapa rekannya dari beberapa universitas di Amerika Serikat.
Lewat penelitian yang melibatkan 750 orang kulit putih dari kelas menengah sebagai sampel dan memakan waktu 22 tahun, para peneliti menemukan orang-orang yang berkomunikasi kurang efektif (tidak suka berteman, memusuhi dan mendominasi pembicaraan) berpeluang 60 persen lebih tinggi menemui kematian pada usia dini dibanding orang-orang yang berperilaku sebaliknya (ramah, suka berteman, berbicara tenang).
Bahkan, pelaku penembakan yang dilakukan seorang mahasiswa S3 di sebuah perguruan tinggi di Amerika Serikat yang menewaskan banyak orang tahun lalu, kata Deddy, berlatarbelakang orang tua yang tidak suka bergaul.
Ia menjelaskan, tidak sulit menduga watak tertentu menimbulkan respons tubuh tertentu pula. Misalnya, kita bisa melihat reaksi tubuh bagian luar orang yang sedang marah: muka merah, mata melotot dan berwarna merah, badan gemetar, berkeringat, kulit menegang dan gigi bergemeletuk.
Dalam konteks ini, sambung Deddy, Babyak dan kawan-kawannya menduga, orang-orang dari golongan pertama secara kronis lebih cepat dibangkitkan dan terkena stres. Hal itu membuat mereka menghasilkan lebih banyak hormon stres yangg merugikan dan lebih berisiko terkena penyakit jantung.
Semua hasil penelitian di atas, kata Deddy Mulyana, sebenarnya memperkuat hadis Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan Muslim, Bukhari dan Abu Dawud yang artinya, ''Barang siapa yang senang untuk dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturahim.''
Yang menarik, kata dia, teori silaturahim atau berkomunikasi ini sudah diungkapkan sang ilmuwan sejati, Nabi Muhammad saw, 14 abad yang lalu. ''Berbahagialah orang yang senang bersilaturahim,'' jelas Deddy pada Launching dan Bedah Buku 'Berhenti Kerja Semakin Kaya' di Jakarta Rabu (23/1) malam.