Rabu 16 Jan 2013 13:47 WIB

Tuanku Imam Bonjol, Pejuang dan Pembaru Islam dari Ranah Minang (2)

Rep: Mohammad Akbar/ Red: Chairul Akhmad
Potret Tuanku Imam Bonjol (ilustrasi).
Foto: journals.cambridge.org
Potret Tuanku Imam Bonjol (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Dari kecil, Imam Bonjol yang kala itu akrab disapa Shahab sudah belajar ilmu agama, termasuk ilmu Alquran, dari ayahnya yang merupakan ulama dari tempat nya berasal.

Bertahun-tahun kemudian ketika usianya menginjak 30 tahun, Shahab diangkat menjadi guru tuo atau guru pembantu di surau Tuanku Bandaro yang ada di Padang Laweh.

Tuanku Bandaro adalah murid dari Tuanku Nan Tuo yang juga menjadi salah satu ulama besar di bumi Minang. Pada masa ini, ia diberikan digelar Malin Basa.

Pada 1805, Tuanku Datuk Bandaro bersama Malin Basa menuntut ilmu ke surau Bansa yang ada di Kamang. Dari sinilah keduanya mengenal langsung pembaruan agama Islam yang dicetuskan oleh Tuanku Nan Renceh bersama Tuanku Haji Miskin.

Ada pelajaran berharga yang didapat Malin Basa dari Tuanku Nan Renceh, yakni pengetahuan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Sementara dari Tuanku Haji Miskin, Malin Basa mendapat dasar pengetahuan fikih tentang hak warisan dan hukum perdagangan.

Dari sinilah, Imam Bonjol muda mendapat bekal ilmu untuk melakukan pembaruan berdasarkan hukum Islam yang mengatur hak masyarakat dalam perdagangan dan warisan. Pada fase ini, gelar baru diberikan lagi kepada Shahab, yakni Peto Syarif.

Membangun Bonjol

Pada 1807, Peto Syarif bersama pengikutnya hijrah lalu mendirikan sebuah kota kecil bernama Bonjol. Di tempat ini, gelar baru diberikan. Kali ini gelar yang disandangnya adalah Tuanku Imam.

Gelar yang diberikan oleh Tuanku Nan Renceh ini sekaligus merupakan penobatan Peto Syarif sebagai pemimpin kaum Padri di Kota Bonjol. Selanjutnya, Peto Syarif lebih dikenal sebagai Tuanku Imam Bonjol.

Selain menjadi pemimpin umat, Tuanku Imam Bonjol juga mengembangkan usaha perdagangan. Pada masanya, ia berusaha mengamankan jalur perdagangan di pantai barat dan pantai timur Sumatra dengan bantuan hulubalang.

Pengembangan perdagangan ini meluas hingga ke Tapanuli Selatan. Alhasil, pada masa itu Bonjol telah berkembang menjadi pusat pembaruan Islam sekaligus perdagangan di Minangkabau.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement