Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Mimpi dalam arti al-hilm lebih merupakan fenomena psikobiologis.
Pemandangan yang dilihat seseorang dalam tidurnya lebih merupakan endapan memori yang berkelanjutan di dalam diri seseorang sehingga di dalam tidur pun tetap berproses.
Mungkin, masa pubertas yang dialami seorang anak yang berada dalam tahap menjelang remaja (talent stage), yakni seorang anak mulai merasakan adanya misteri yang berhubungan dengan alat kelaminnya sehingga dibawa dalam mimpi.
Dia merasakan sesuatu yang amat khas di dalam dirinya dan menyebabkan spermanya keluar. Sesungguhnya anak yang seperti ini berada pada awal kematangan seksual secara biologis.
Mungkin, ini sebabnya mengapa Rasulullah SAW menjadikan momentum “mimpi basah” ini sebagai faktor pembeda antara anak yang belum balig dan yang sudah balig bagi anak laki-laki. Dan, momentum menstruasi awal bagi perempuan.
Mimpi basah dan menstruasi menjadikan anak laki-laki dan anak perempuan sebagai mukallaf, yaitu orang yang sudah dianggap mampu mengembangkan tugas-tugas syariat. Karena itu, berdosa bagi mereka kalau meninggalkan kewajiban dan ketentuan syariat lainnya.
Mimpi, seperti yang digambarkan di atas, lebih merupakan fenomena biologis. Sedangkan, yang berkaitan dengan ketajaman mata spiritual ialah mimpi yang lebih merupakan reaksi dari fenomena keadaan spiritual seseorang.
Mimpi biasa tidak perlu latihan (exercise), tetapi penajaman mata batin. Di antaranya, melahirkan mimpi sebagai salah satu media bashirah. Inilah yang memerlukan upaya dan latihan, sebagaimana akan diuraikan dalam artikel mendatang.