Rabu 02 Jan 2013 21:45 WIB

KH Ahmad Asrori, Ulama Tasawuf nan Tawadhu (4-habis)

Rep: Amri Amrullah/ Red: Chairul Akhmad
KH Ahmad Asrori Al Ishaqi (tengah).
Foto: myopera.com
KH Ahmad Asrori Al Ishaqi (tengah).

Kiai 'Bandel' yang Cerdas

Walau pada usia dewasa Kiai Asrori dikenal dengan sifat tawadhu, sabar, dan istiqamah-nya, di masa kecil ia bukan tergolong anak yang patuh.

Bahkan pada masa muda pun, ia dikenal sebagai pemuda yang bandel dan agak nyeleneh.

Yusuf Syamsudin, teman bermain sang kiai, bercerita, Asrori muda hampir tak pernah menyelesaikan setiap jenjang pendidikannya.

Di sekolah dasar, ia hanya sampai di kelas dua. Setelah itu, ia memilih belajar di pondok pesantren. Itu pun tak sampai tamat. Yusuf mengungkapkan, Asrori pernah belajar setidaknya di tujuh ponpes di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah, termasuk nyantri tiga bulan di Makkah.

Namun, di semua ponpes itu, Asrori tak pernah belajar dalam waktu yang lama, apalagi sampai tamat. ''Paling lama hampir satu tahun,'' tutur Dosen Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya ini.

Sahabat-sahabatnya menduga, Asrori kerap berpindah-pindah pondok lantaran tidak mau  dijodohkan dengan sanak keluarga kiai di pondoknya. Maklum, saat masih muda, Asrori tergolong pemuda yang tampan dan cerdas.

Nyai Mutia, yang kemudian menjadi istrinya, tidak berasal dari kalangan pondok atau keluarga ulama. Sang istri adalah wanita Sunda yang ia kenal berkat keluwesannya bergaul. Kiai Asrori menikahi wanita pujaan hatinya itu pada 1986 dan dikaruniai lima orang anak.

Karena kecerdasannya, Asrori muda tak pernah tertinggal ilmu meski tak pernah menamatkan pendidikan di sekolah formal maupun pondok pesantren. Sahabat-sahabatnya pun heran dengan kepintarannya.

Ketika mondok di Ponpes Rejoso, misalnya, Asrori telah mampu membaca dan mengajarkan isi kitab “Ihya Ulumuddin”, karya fenomenal Imam Ghazali, dengan sangat baik.

Sang ayah, Kiai Utsman, juga sangat terkesan dengan kecerdasan putranya. Bahkan, Kiai Utsman sempat berucap, ''Kalau saya bukan bapaknya, saya mau kok ngaji kepadanya." 

Kata-kata Kiai Utsman itu termaktub dalam buku “Politik Tarekat” karya Dr Mahmud Sujuthi. Para sahabatnya yakin, Kiai Asrori memiliki kemampuan ilmu laduni, yakni ilmu yang diperoleh langsung dari Allah SWT.

Karena kecerdasannya inilah, Kiai Utsman lebih memercayakan posisi mursyid kepada Kiai Asrori ketimbang saudara-saudaranya yang lain.

Semasa memimpin pondok dan tarekat, Kiai Asrori menghasilkan lima kitab tasawuf, yang kemudian menjadi  panutan para pengamal tarekat, khususnya Qodariyah Wa Naqsyabandiyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement