REPUBLIKA.CO.ID, Kubah itu dibentuk dengan teknik ferrocement.
Siang itu cuaca cukup bersahabat. Hujan yang hari-hari ini kerap mengguyur wilayah selatan Jakarta, kala itu masih malu-malu mengguyur bumi.
Di langit, matahari juga enggan mempertontonkan sengatnya yang memerihkan kulit. Di bawah cuaca yang cukup sejuk itu, Republika menyambangi Masjid Jami' Nurul Falah.
Tampak beberapa pria sedang menunaikan shalat. Beberapa lainnya merebahkan diri di atas lantai keramik.
Ya, di siang yang teduh itu, masjid ini rupanya menjadi tempat istirahat yang menyenangkan. Bukan tanpa alasan para pria itu menyempatkan diri beristirahat di dalam masjid. Masjid ini memang terbuka untuk siapa saja selama 24 jam.
Namun sejatinya, bukan hanya pengelolaan terbuka yang membuat Masjid Jami' Nurul Falah ramai dikunjungi jamaah. Berada di sisi jalan utama Karang Tengah Raya, Jakarta Selatan, bentuk masjid ini juga menjadi daya pikat kuat bagi kaum Muslim untuk mendatanginya.
''Masjid ini juga sering dijuluki sebagai masjid keong,'' kata HA Syarnubi, Ketua Yayasan Masjid Nurul Falah.
Keong? Ya, bentuk kubah masjid ini memang mirip cangkang keong. Ini adalah hasil kreasi sang arsitek, Both Soedargo. Ia membentuk kubah itu dengan menggunakan teknik ferrocement.
Dalam teknik ini, campuran semen dan pasir diaplikasikan pada rangka baja yang telah dibentuk. Pada masa itu, teknik semacam ini tergolong hal baru.
Dalam menghadirkan bentuk tersebut, Soedargo banyak berkonsultasi dengan panitia pembangunan. Alhasil, setiap visualisasi yang ada di masjid ini selalu menyiratkan makna yang berkaitan dengan Islam.