Rabu 14 Nov 2012 16:36 WIB

Karakteristik Fikih dan Terbentuknya Ormas Islam di Indonesia (2)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ribuan umat Muslim melaksanakan salat Ied di Masjid Istiqlal, Jakarta (ilustrasi).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Ribuan umat Muslim melaksanakan salat Ied di Masjid Istiqlal, Jakarta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Ada titik pertemuan yang esensial antara pengambilan hukum ala Sarekat Islam. Muhammadiyah, dan Persis di satu pihak dan ala NUdi pihak lain.

Persamaan hasil keputusan hukum organisasi-organisasi itu jauh lebih banyak dari perbedaannya, apalagi dalam persoalan-persoalan yang baru muncul.

Bukan dalam masalah-masalah ibadah mahdah (murni), seperti masalah-masalah fikih yang berkaitan dengan keluarga berencana, perjudian, dan sebagainya.

Adapun organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Perhimpunan Umat Islam Indonesia (PUU) yang sama-sama menganut Mazhab Syafi'i, dalam menentukan ketetapan hukum, pada dasarnya sama dengan apa yang dilakukan oleh NU.

Perbedaannya terletak pada pendapat-pendapat ulama klasik Islam mana yang dapat diambil sebagai sumber pengambilan hukum Islam itu.

Jika Perti hanya mengambil pendapat ulama-ulama besar Mazhab Syafi'i, maka NU, karena menganut empat mazhab Ahlusunah waljamaah, tidak membatasi diri pada pendapat ulama mazhab itu, tetapi juga berusaha membandingkannya dengan pendapat ulama-ulama mazhab yang lain, yakni Hanafi, Maliki, dan Hanbali.

Setelah berdirinya Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang melibatkan seluruh organisasi massa Islam tersebut, banyak persoalan-persoalan keagamaan dibicarakan dan ditetapkan keputusan hukumnya oleh MUI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement