Jumat 09 Nov 2012 21:38 WIB

Nikmatnya Dakwah di Pedalaman (3-habis)

Rep: Susie Evidia/ Red: Chairul Akhmad
Warga Suku Baduy di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Foto: Republika/Andina
Warga Suku Baduy di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Harus ikhlas

Tantangan berat dihadapi pula Ustaz Nurkib Ibnu Djais yang berdakwah di suku Baduy, Kabupaten Lebak, Banten.

Menurutnya, berdakwah menghadapi orang-orang primitif membutuhkan keikhlasan dan kesabaran.

Hampir 20 tahun Nurkib berdakwah dari satu kampung ke kampung yang lain. Lokasinya saling berjauhan menempuh jarak puluhan kilometer yang hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki.

Pada 2005, ustaz kelahiran 1966 ini baru berdakwah dengan fasilitas sepeda motor. Namun, kondisi jalanan menuju per mukiman, terutama pada musim hujan, tetap saja sulit dilewati.

“Walaupun medan dakwah sulit dilalui, Alhamdulillah hampir semua suku Baduy luar sudah pada masuk Islam. Seperti, di Desa Jalu Pamulya, Kecamatan Leuwi Damar, semua keluarga sudah masuk Islam,” papar Nurkib.

Selama menjalankan dakwah, jangankan dibayar, malah sebaliknya, Nurkib harus mengeluarkan bantuan karena kondisi masyarakatnya yang serba kekurangan. Pada 1990-an, dia mengajar 50-an anak Baduy luar mengaji Alquran.

Saat itu belum ada listrik, masih menggunakan lampu tempel. Selama mengajar mengaji, belum pernah ada yang membayar, untuk membeli minyak lampu tempel saja dari koceknya sendiri.

Nurkib malah menyumbang membeli buku-buku agar anak-anak mau ke sekolah di dinniyah yang dibangun di kampungnya.

Kondisi ini tidak menyurutkan semangat berdakwah, sebaliknya Nurkib semakin betah tinggal di tengah-tengah masyarakat. Tuntutan hidup di Baduy tidak terlalu tinggi. Sebaliknya, jiwa sosial masyarakatnya sangat tinggi.

Maka itu, yang penting mempunyai beras, kalau lauk-pauk, mudah didapat. Sayuran tinggal memetik, ikan asin juga ada. “Makan begini saja bagi saya sudah nikmat. Belum tentu kalau saya dipindah ke kota besar bisa betah dan nikmat seperti ini,” ungkap Nurkib penuh syukur.

Sebagai dai yang berada di bawah DDII, Nurkib mendapat honor bulanan Rp 150 ribu. Secara logika, jumlah tersebut terbilang kecil, tapi karena penuh berkah, dia tidak merasa kekurangan.

“Dengan uang segitu rasanya cukup saja. Karena, Dewan Dakwah menanamkan dakwah itu harus ikhlas, tidak menuntut bayaran. Lagi pula, kenikmatan tidak bisa diukur dengan uang. Saya dan keluarga sudah tenang saja, itu nikmat yang luar biasa,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement