REPUBLIKA.CO.ID, Konferensial Quds I yang digelar Februari 2012 menyisakan polemik hingga sekarang.
Dalam perhelatan yang berlangsug di Doha, Qatar, tersebut, Presiden Palestina Mahmud Abbas memberikan pidato.
Garis besarnya, ia mengajak segenap umat Muslim di berbagai belahan dunia untuk mengunjungi Yerusalem yang terjajah oleh Zionis Israel.
Ia berdalih, kunjungan berbagai elemen Muslim ataupun Kristen tersebut merupakan bentuk perjuangan melawan upaya Yahudisasi Yerusalem oleh Zionis. Bagi Muslim, kunjungan itu juga merupakan anjuran yang diserukan oleh Rasulullah SAW.
Salah satu hadis lumrah yang menukilkan perihal pentingnya berkunjung ke Masjid al-Aqsha ialah hadis riwayat Bukhari Muslim, “Tidak lah pantas berkunjung ke destinasi mana pun, kecuali tiga masjid yaitu, Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan al-Aqsha.”
Ia tidak menyangkal, wisata ke al-Aqsha memerlukan visa dari Israel. Tetapi, ini bukanlah bentuk dari pengakuan atas eksistensi negara Israel. Justru, ini upaya menghadang konspirasi Zionis berusaha mengusir warga asli Yerusalem dari tanah kelahiran mereka, baik penduduk yang Muslim ataupun umat Kristiani.
Abbas juga berargumen, tak ada dalil kuat yang menyatakan keharaman mengunjungi Yerusalem di bawah cengkeraman Zionis Israel. Begitu pula, ketika al-Aqsha dikuasai oleh Pasukan Salib, tak satu pun ulama yang mengharamkan berziarah.
Di internal pemerintahan Abbas, ajakan ini mendapat respons positif. Dukungan datang antara lain dari Menteri Wakaf Palestina, Mahmud al-Habbasy, dan Ketua Mahkamah Tertinggi Syariat, Yusuf Id’is.
Ajakan ini pun dicerna baik oleh Gubernur Yerusalem, Nayr Barakat, dalam kebijakan pariwisatanya. Ia memasang target pariwisatanya mampu menyedot 10 juta wisatawan tiap tahun. Ini bukan tanpa alasan. Sepanjang 2011 saja, tak kurang dari 3,5 juta turis berkunjung ke tanah suci tiga agama tersebut.
Pada level internasional, isu “bolehkah mengunjungi Yerusalem yang dijajah Israel” menjadi perbincangan panas. Para ulama berbeda pendapat. Terlebih, pascakunjungan sejumlah figur ulama ternama di al-Aqsha. Sebut saja, misalnya, ulama Yaman Habib Ali al-Jufri dan Mufti Lembaga Fatwa Mesir, Prof Ali Jum’ah.