Selasa 23 Oct 2012 16:12 WIB

Peradilan Agama Berawal dari Pemikiran Umar (5)

Rep: Fitria Andayani/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Selanjutnya, dalam Staatsblad 1937 Nomor 116 dilakukan pengu rangan kompetensi pengadilan agama di Jawa dan Madura serta sebagian residensi Kalimantan Selatan dan Timur, daIam bidang perselisihan harta benda.

Akibatnya, masalah wakaf dan waris harus diserahkan kepada pengadilan negeri. Pemerintah kolonial juga mengawasi pendidikan Islam, guru, dan kas masjid.

Sejak saat itu, kewenangan pengadilan agama semakin sempit. Hanya berkutat pada masalah nikah, talak, rujuk, dan perceraian antara umat Islam.

Kementerian agama

Pada 3 Januari 1946, dibentuklah Kementerian Agama. Sejak itu, semua urusan mengenai Mahkamah Islam Tinggi dipindahkan dari Kementerian Kehakiman ke Kementerian Agama.

Langkah ini memungkinkan konsolidasi bagi seluruh administrasi lembaga-lembaga Islam dalam sebuah wadah atau badan yang bersifat nasional.

Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, maka kedudukan peradilan agama mulai tampak jelas dalam sistem peradilan di Indonesia.

Undang-undang ini menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.

Hal ini dengan sendirinya memberikan landasan yang kokoh bagi kemandirian peradilan agama dan memberikan status yang sama dengan per adilanperadilan lainnya di Indonesia.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga memperkokoh keberadaan pengadilan agama. Di dalam undang-undang ini tidak ada ketentuan yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement