REPUBLIKA.CO.ID, Di sisi lain, jika Allah SWT mengharamkan sesuatu, bisa jadi pengharamannya berbeda dengan sesuatu yang lain.
Satu kesalahan, misalnya, bisa menarik dosa yang lebih besar dibandingkan dengan kesalahan yang lain.
Hal ini dihitung berdasarkan banyaknya pelanggaran. Dengan begitu, azab dan hukuman satu dosa bisa berlipat ganda.
Menzalimi diri sendiri dengan berbuat maksiat dilarang oleh agama di mana pun dan kapan pun. Akan tetapi, pengharaman ini akan lebih tegas pada bulan-bulan haram (Syawal, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram).
Mengenai pengharaman ini, Allah SWT berfirman, “Diantaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu.” (QS. At-Taubah: 36).
Rasulullah SAW memberikan contoh lain dalam sabda beliau, "Berzina dengan sepuluh orang wanita lebih ringan bagi seseorang daripada berzina dengan seorang wanita tetangganya. Mencuri sepuluh rumah lebih ringan baginya daripada mencuri satu rumah milik tetangganya." (HR. Ahmad, hadis sahih)
Allah SWT juga berfirman, "Barangsiapa mengerjakan (ibadah) dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji." (QS. Al-Baqarah: 197).
Hukuman diat karena membunuh dan menyiksa pada bulan-bulan suci tentu lebih berat. Hukuman diat karena membunuh kerabat yang masih ada hubungan darah juga lebih berat.
Sungguh, orang yang menyakiti dan merendahkan kehormatan ulama telah melakukan kesalahan berat. Hal ini karena kehormatan ulama melebihi seorang Muslim biasa. Selain memiliki hak yang sama dengan seorang Muslim, ulama memiliki hak sebagai orang tua dan para pembesar.
Demikian juga dengan membicarakan aib para ulama dan orang-orang yang menyampaikan risalah Alquran tentu temasuk kedalam dosa besar.