REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Heri Ruslan
Senin (1/10) menjadi hari yang paling indah buat saya dan juga petugas Media Center Haji daerah kerja Makkah. Betapa tidak. Impian kami untuk mencium batu dari surga – Hajar Aswad – akhirnya tercapai.
Subhanallah, akhirnya saya bisa mencium Hajar Aswad tanpa harus berebut dengan jamaah haji dari berbagai negara di dunia. Tak mudah untuk mencium Hajar Aswad di musim haji, seperti ini. Untuk mencium dan menyentuhnya membutuhkan energi dan perjuangan yang sangat berat.
Siang itu, saya bersama wartawan lainnya meliput kunjungan Kepala Daerah Kerja Makkah, Arsyad Hidayat menemui Komandan Pengamanan Khusus Masjidil Haram, , Brigjen Pol Yahya Musyait Zahrani.
Seusai pertemuan, kami diperintahkan untuk berbaris. ‘’Ayo jangan terpisah-pisah, semua berbaris kita akan shalat di Hijir Ismail dan mencium Hajar Aswad,’’ ungkap seorang pria Arab yang fasih berbahasa Indonesia.
Saya dan sejumlah wartawan kaget bercampur senang mendengar kabar itu. ‘’Ayo cepat berbaris,’’ ujar Sukatno, wartawan TVRI menyambut seruan itu. Kami semua menuju Ka’bah dengan membentuk dua barisan.
Perlahan kami berjalan mendekati Ka’bah. Barisan kami membelah gelombang jamaah haji yang sedang thawaf. Seorang askar memandu kami untuk merapat menuju Hijir Ismail. Hari itu, bagian depan Ka’bah sedang disterilkan. Hijir Ismail juga dikosongkan.
Jamaah haji tak bisa mendekat ke Hajar Aswad. Mereka hanya bisa duduk di luar garis yang dipasang askar. Awalnya, kami akan shalat di Hijir Ismail. Namun, askar yang membimbing menyuruh kami untuk langsung mencium Hajar Aswad.
Kami lalu berjalan melewati pinggir Ka’bah melewati Rukun Yamani dan terus bergerak mendekati Hajar Aswad. ‘’Silakan satu per satu, ayo agak cepat sedikit,’’ pria Arab yang fasih berbahasa Indonesia menyuruh kami.
Dimulai Kepala Daker Makkah, Arsyad Hidayat, rombongan kami yang berjumlah 20 orang mencium satu-satunya batu di muka bumi yang boleh dicium dan ditakbiri itu. Tiba giliran saya untuk mencium Hajar Aswad.
Saya bergegas dan mendekati sudut Ka’bah sebelah timur itu. ‘’Bismillahi wallahu akbar… ‘’ saya bertakbir sambil dua kali mencium Hajar Aswad.
Subhanallah, akhirnya mimpi itu akhirnya terwujud. Apalagi, sebelum berangkat ke Tanah Suci, putri saya, Bilqis Kaltsum Ulaya selalu mengatakan, ‘’Ayah nanti bisa mencium Hajar Aswad dong.’’
Bahkan, setiap kali menelpon, putri saya selalu bertanya, ‘’Ayah sudah belum mencium Hajar Aswad-nya?’’ Ketika saya mengabarkan sudah mencium Hajar Aswad, putri saya gembira bukan main. Ia sedikit kecewa karena tak bisa melihat foto saya sedang mencium permata dari surga itu.
Kami memang dilarang membawa kamera dan tas. Semua barang harus disimpan di kantor sekretaris Komandan Pengamanan Khusus Masjidil Haram. ‘’Tak boleh membawa kamera, semua tak disimpan di sini,’’ pria Arab itu menyuruh kami sebelum merapat ke Hajar Aswad.
Kegembiraan terpancar dari wajah-wajah petugas haji Indonesia yang mendapat kesempatan istimewa ini. Wahyu Dewarini Dahlan, kepala seksi bimbangan ibadah daker Makkah sempat meneteskan air mata. ‘’Subhanallah, kesempatan ini begitu indah,’’ katanya.
Seusai mencium Hajar Aswad, saya langsung merapat ke arah Multazam. Rasa syukur pun dipanjatkan kepada Pemilik Baitullah Ka’bah.
Tak lama kemudian, waktu shalat dzuhur pun tiba. Kami mencari tempat untuk menunaikan shalat. Semoga kesempatan untuk mencium Hajar Aswad itu bisa menghapus kesalahan-kesalahan yang pernah saya lakukan.
Ibnu Umar pernah berkata, ‘’Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkata bahwa menyentuh Rukun Yamani dan Hajar Aswad bisa menghapuskan kesalahan-kesalahan.’’ Semoga...