Selasa 02 Oct 2012 21:52 WIB

HTI Dukung Raperda Antizina

Rep: Indah Wulandari/ Red: Chairul Akhmad
Perda bernuansa syariat (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Perda bernuansa syariat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Regulasi yang membahas norma serta tata susila selalu menjadi tarik ulur antara pelaksanaan dengan sang pembuat aturan.

Sejatinya, perannya dinilai para pemuka agama bukan membatasi, tapi mengembalikan ideologi bangsa Indonesia ketataran kehidupan sehari-hari. Peraturan daerahnya juga perlu disokong aturan negara yang tegas.

Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Iffah Ainur Rochmah, juga menyepakati perlunya peraturan yang mampu mencegah perbuatan maksiat.

"Raperda anti zina adalah hal positif. Artinya, ada itikad kuat dari pemerintah daerah untuk menghapus maksiat," ujarnya, Selasa (2/10).

Namun diakuinya, penegakan aturan ini membutuhkan dukungan publik agar sevisi untuk menghapus maksiat dalam bentuk public engagement (kesepakatan bersama). Jika masyarakat masih melihat ada nilai-nilai ekonomis, ungkap Iffah, seperti bisnis yang akan hilang jika ada aturan antizina berarti budaya materialistik lebih dominan.

"Harus ada pembinaan atau penyadaran publik agar masyarakat tidak selalu mengukur semua hal dengan hitungan uang. Bila zina merajalela, ada biaya sosial yang sangat besar harus ditanggung," cecarnya.

Yang dia maksud terkait dampaknya terhadap pembinaan generasi, bahaya bagi moralitas bangsa, juga citra Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar akan tercoreng.

Hizbut Tahrir Indonesia pun menyatakan dukungannya secara penuh. Bahkan, memperjuangkan aturan antizina yang tidak hanya bersifat lokal, tapi berlaku sebagai undang-undang nonsektoral. "Aturannya juga sejalan dengan regulasi yang mendukung. Semua bisa terwujud dengan penerapan syariat Islam kaffah dalam wadah Khilafah Islamiyah," kata Iffah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement