REPUBLIKA.CO.ID, Menurut Mazhab Hanafi, pengasuh an anak itu adalah hak bagi ibu dan dianggap hak pula untuk si anak.
Pendapat ini disampaikan oleh Al-Jashash. Ia mengatakan, seorang ibu itu berhak membesarkan anak selama ia masih kecil, sekalipun tak perlu lagi asupan ASI.
Mazhab Syafi’i menyatakan pengasuhan anak adalah hak bagi ibu. Syekh As-Syarbini mengatakan hal itu dalam “Mughni Al-Muhtaj”.
Menurutnya, hak itu akan tetap berada di tangan ibu. Bila ia menghilang atau berhalangan, seperti sakit berkepanjangan, maka hak itu berada di pihak nenek.
Dalam kondisi berhalangan seperti ini maka ibu si anak tidak boleh dipaksa mengasuh selama yang bersangkutan tidak menanggung beban nafkah. Kecuali, jika tidak terdapat sosok ayah dan ialah pencari nafkah maka ia wajib dipaksa mengasuh.
Pandangan ulama Mazhab Maliki terpecah. Ada yang berpendapat peng asuhan itu adalah hak bagi ibu. Sebagian lain berpandangan pengasuhan tersebut adalah hak bagi anak.
Seandainya sang ibu membatalkan haknya tersebut tanpa sebab, kemudian ia ingin mengambilnya kembali, maka ia tidak berhak. Ini karena hak asuh tersebut adalah milik ayah, menurut pendapat yang populer. Merujuk opsi yang lain, ia bisa mengambilnya kembali.
Menurut Mazhab Hambali, jika seorang ibu menolak mengasuh maka ia tidak dipaksa. Karena, mengasuh anak bukanlah kewajiban atasnya. Ini berarti bahwa pengasuhan anak bukan kewajiban bagi ibu, melainkan adalah hak. Hak tidak boleh ada pemaksaan.