Senin 03 Sep 2012 08:18 WIB

Teladan Sahabat Rasul dalam Mengelola Keuangan Negara (3-habis)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: wordpress.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Ali bin Abi Thalib RA juga mendapat gaji dari Baitul Mal. Seperti disebutkan oleh Ibnu Kasir, ia mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan.

Ketika berkobar peperangan antara Ali bin Abi Talib dan Muawiyah bin Abu Sufyan, khalifah pertama Dinasti Umayyah. Orang-orang yang dekat di sekitar Ali menyarankan Ali agar mengambil dana dari Baitul Mal sebagai hadiah bagi orang-orang yang membantunya.

Tujuannya untuk mempertahankan diri Ali sendiri dan kaum Muslimin. Mendengar ucapan itu, Ali sangat marah dan berkata, "Apakah kalian memerintahkan aku untuk mencari kemenangan dengan kelaliman? Demi Allah, aku tidak akan melakukannya selama matahari masih terbit dan selama masih ada bintang di langit."

Ketika dunia Islam berada di bawah pemerintahan Dinasti Umayyah, kondisi Baitul Mal berubah. Al-Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya Baitul Mal dikelola dengan penuh kehati- hatian sebagai amanat Allah SWT dan amanat rakyat.

Maka pada masa pemerintahan Bani Umayyah, Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan khalifah tanpa dapat dipertanyakan oleh rakyat. Rakyat hanya wajib menyetor pajak kepada khalifah tanpa memiliki hak untuk mempertanyakannya kepada pemerintah atau membuat perhitungan dengan pemerintah.

Dengan demikian, khalifah menjadikan Baitul Mal sebagai haknya secara penuh dan mutlak. Keadaan di atas berlangsung sampai datangnya khalifah ke-8 Bani Umayyah, Umar bin Abdul Aziz (memerintah 717-720).

Umar berupaya untuk membersihkan Baitul Mal dari pemasukan harta yang tidak halal dan berusaha mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Umar bin Abdul Azis membuat perhitungan dengan para amirnya agar mereka mengembalikan harta yang sebelumnya bersumber dari sesuatu yang tidak sah.

Di samping itu, Umar sendiri mengembalikan milik pribadinya sendiri, yang waktu itu berjumlah sekitar 40.000 dinar setahun, ke Baitul Mal. Harta tersebut diperoleh dari warisan ayahnya, Abdul Aziz bin Marwan.

sumber : Ensiklopedi Hukum Islam
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement