REPUBLIKA.CO.ID, Teks-teks fikih yang dijadikan alasan untuk mensahkan pendapat ini merupakan teks-teks yang dikeluarkan dari konteks yang sebenarnya.
Teks-teks itu digunakan secara asal-asalan dan tanpa aturan karena telah menghilangkan batas-batas penting dari beberapa kondisi yang berbeda, seperti kondisi perang dan damai.
Keadaan perang memiliki hukum-hukum tertentu yang berbeda dengan hukum-hukum dalam keadaan damai. Dalam keadaan damai, harta, jiwa dan kehormatan manusia dijaga.
Perbedaan ini menyebabkan tidak mungkinnya menyamakan masalah penggunaan senjata pemusnah massal dengan beberapa contoh masalah yang disebutkan dalam kitab-kitab fikih, seperti kebolehan penyerangan di malam hari, kebolehan membunuh manusia yang dijadikan tameng perang dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, kebolehan penggunaan senjata pemusnah massal dengan mengkiyaskan pada masalah-masalah itu adalah salah dan tidak tepat sama sekali, meskipun masalah-masalah yang disebutkan dalam kitab-kitab fikih tersebut adalah masalah-masalah yang dapat dipertanggungjawabkan dan telah tepat sasaran, baik secara hukum atau keadaan yang dimaksud oleh para ulama.
Kesalahan terbesarnya adalah pada pemindahan masalah-masalah ini dari tempat dan keadaan yang sebenarnya kepada tempat dan keadaan yang lain.
Begitu juga tidak benar mengkiyaskan kebolehan penggunaan senjata pemusnah ini dengan kebolehan melawan dan membunuh penyerang, karena terdapat banyak perbedaan antara hukum-hukum pencegahan kejahatan para penyerang dan hukum-hukum dalam masalah jihad.
Diantara perbedaan tersebut adalah bahwa dalam mencegah kejahatan penyerang maka harus terlebih dahulu menggunakan cara yang paling ringan lalu meningkat sesuai dengan kebutuhan.
Sehingga, jika pencegahan orang yang ingin menyerang itu dapat dilakukan dengan ucapan maka tidak boleh memukulnya, jika dapat dicegah dengan tangan maka tidak boleh dicegah dengan menggunakan pedang, dan seterusnya.