Jumat 31 Aug 2012 19:37 WIB

Hukum Penggunaan Senjata Pemusnah Massal (7)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Senjata pemusnah massal (ilustrasi).
Foto: creativecrash.com
Senjata pemusnah massal (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Ketujuh, penggunaan senjata ini dapat mengakibatkan kerusakan fatal terhadap harta kekayaan, fasilitas umum dan fasilitas pribadi. Pengrusakan terhadap harta merupakan perbuatan yang dilarang dalam Islam.

Tingkat keharaman ini lebih besar jika harta yang dirusak tersebut bukan milik orang yang merusaknya seperti yang digambarkan dalam masalah ini. Oleh karena itu, keharaman tersebut selain berkaitan dengan pelanggaran terhadap larangan syariat, juga berkaitan dengan hak-hak orang lain.

Kedelapan, penggunaan senjata ini dalam beberapa kasus mengharuskan keberadaan pelakunya di dalam negara yang menjadi sasaran. Tentu saja, untuk masuk ke dalam wilayah negara lain, seseorang harus memiliki izin dan memenuhi syarat-syarat yang diperlukan untuk masuk.

Dan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin tersebut adalah orang tersebut tidak boleh melakukan hal-hal yang merugikan dan menimbulkan kerusakan di negara yang akan dikunjungi.

Hal itu meskipun tidak diterangkan secara nyata namun dapat dipahami secara implisit. Para ulama pun telah menjelaskan hal ini. Imam Al-Khiraqi dalam “Al-Mukhtashar” berkata, "Barang siapa yang memasuki wilayah musuh dengan jaminan keamanan, maka ia tidak boleh berkhianat dengan merugikan harta mereka."

Dalam menjelaskan kata-kata Al-Khiraqi ini, Ibnu Qudamah berkata, “Berkhianat terhadap mereka adalah haram, karena mereka memberikan orang tersebut jaminan keamanan dengan syarat dia tidak melakuan pengkhianatan dan mereka aman dari tindakan jahatnya. Meskipun hal ini tidak disebutkan dalam kata-kata tapi dapat dipahami secara implisit.”

“Oleh karena itulah, jika ada seorang musuh yang kita beri jaminan keamanan, lalu ia mengkhianati kita, maka dia dianggap telah melanggar jaminan keamanan tersebut. Dengan demikian maka orang tersebut tidak boleh mengkhianati mereka, karena dalam agama kita pengkhianatan tidak dibenarkan.” (Al-Mughni, Vol. IX, hlm. 237, Cet. Dar Ihya at-Turats al-Arabi).

sumber : Fatawa Dar Al-Ifta Al-Misriyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement