Jumat 31 Aug 2012 18:41 WIB

Hukum Penggunaan Senjata Pemusnah Massal (4)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Senjata pemusnah massal (ilustrasi).
Foto: creativecrash.com
Senjata pemusnah massal (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Bukhari meriwayatkan dari Ali RA bahwa Nabi SAW bersabda, "Jaminan kaum Muslimin adalah satu. Yang paling rendah dari mereka dapat memberikan jaminan itu. Barang siapa yang melanggar janji seorang Muslim, maka ia akan mendapatkan laknat dari Allah, malaikat dan seluruh manusia. Tidak akan diterima darinya amalan wajib maupun sunnah."

Maksud "yang paling rendah" adalah meskipun hanya satu orang dari kaum Muslimin. Hadis ini menunjukkan bahwa jika seorang Muslim memberikan jaminan keamanan kepada orang lain maka kaum Muslimin yang lain tidak boleh melanggarnya.

Larangan melanggar jaminan ini tentu lebih besar bila ia diberikan oleh seorang penguasa. Jika ada yang melanggarnya maka Allah tidak akan menerima amal perbuatannya baik yang wajib maupun yang sunnah, maksudnya tidak menerima amalnya sama sekali.

Bukhari juga meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya dari Abdullah bin Umar RA bahwa Nabi SAW bersabda, "Ada empat hal yang jika terkumpul pada diri seseorang maka ia menjadi seorang munafik sejati. Jika salah satu saja dari keempat hal itu terdapat pada diri seseorang maka ia memiliki sebagian sifat munafik sampai ia meninggalkannya. (Yaitu) jika dipercaya ia berkhianat, jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia tidak menepati dan jika berselisih ia berikap jahat (curang)."

Al-Baihaqi meriwayatkan dari Amr bin Al-Hamq Al-Khuza’i bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Jika seorang lelaki memberi janji keamanan bagi seorang lelaki lain lalu dia membunuhnya, maka aku berlepas tangan dari pembunuh itu meskipun orang yang terbunuh adalah kafir."

Oleh karena itu, setiap pihak yang ikut dalam perjanjian internasional berarti ia berada dalam suasana damai dan genjatan senjata.

Allah berfirman, "Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui.” (Al-Anfal [8]: 61).

sumber : Fatawa Dar Al-Ifta Al-Misriyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement