Kamis 30 Aug 2012 19:19 WIB

Hukum Pegang Gadai dalam Islam (5)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: wordpress.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Jika pihak yang memegang barang enggan menyerahkan barangnya ketika utang pemilik barang telah dilunasi, pengadilan berhak memaksanya untuk mengembalikan barang tersebut kepada pemiliknya.

Dengan demikian, transaksi yang berlaku dalam bai’ al-wafa’ cukup jelas dan terperinci serta mendapatkan jaminan yang kuat dari lembaga hukum. Dengan demikian, tujuan yang dikehendaki oleh bai’ al-wafa’ diharapkan dapat dicapai.

Menurut Mustafa Ahmad Az-Zarqa, dalam sejarahnya, bai’ al-wafa’ baru mendapatkan justifikasi ulama, yaitu Mazhab Hanafi, setelah berjalan beberapa lama dan telah menjadi urf.

Imam Najmuddin An-Nasafi (461-573 H), seorang ulama terkemuka Mazhab Hanafi di Bukhara berkata, “Para syekh kami (Hanafi) membolehkan bai’ al-wafa’ sebagai jalan keluar dari riba.”

Muhammad Abu Zahrah. tokoh fikih dari Mesir, mengatakan dilihat dari segi sosiohistoris, kemunculan bai’ al-wafa’di tengah-tengah masyarakat Bukhara dan Balkh pada pertengahan abad ke-5 H disebabkan keengganan para pemiliknya untuk memberi utang kepada orang-orang yang membutuhkan uang jika mereka tidak mendapatkan  imbalan.

Hal ini menyulitkan masyarakat yang membutuhkan. Keadaan ini membawa mereka untuk menciptakan sebuah akad tersendiri, sehingga kebutuhan masyarakat terpenuhi dan keinginan orang-orang kaya pun terayomi.

Jalan keluar yang mereka ciptakan itu adalah bai’ al-wafa’. Dengan cara ini, kata Az-Zarqa, di satu pihak kebutuhan masyarakat lemah terpenuhi, sementara pada saat yang sama mereka terhindar dari praktik riba.

 

sumber : Ensiklopedi Hukum Islam
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement