REPUBLIKA.CO.ID, Adapun persamaan antara keduanya adalah dalam dua hal berikut:
1). Kedua belah pihak tidak boleh memindahtangankan barang tersebut ke pihak ketiga.
2). Ketika uang sejumlah pembelian semula dikembalikan penjual kepada pembeli setelah tenggang waktu jatuh tempo, pembeli wajib memberikan barang itu kepada penjual.
Rukun dan syarat
Menurut ulama Mazhab Hanafi, rukun bai’ al-wafa’ sama dengan rukun jual beli pada umumnya, yaitu ijab (pernyataan menjual) dan kabul (pernyataan membeli).
Dalam jual beli, ulama Mazhab Hanafi hanya menjadikan ijab dan kabul sebagai rukun. sedangkan adanya pihak yang berakad (penjual dan pembeli), barang yang dibeli, dan harga barang tidak termasuk rukun, melainkan termasuk syarat jual beli.
Demikian juga persyaratan bai’ al-wafa’, menurut mereka sama dengan persyaratan jual beli pada umumnya. Penambahan syarat untuk bai’ al-wafa’ hanyalah dari segi penegasan bahwa barang yang telah dijual itu harus dibeli kembali oleh penjual dan tenggang waktu berlakunya jual beli itu harus tegas. Misalnya satu tahun, dua tahun, atau lebih.
Menurut Az-Zarqa, dalam bai’ al-wafa’ apabila terjadi keengganan salah satu pihak untuk membayar utangnya atau menyerahkan barang setelah utang dilunasi, penyelesaiannya akan dilakukan melalui pengadilan.
Jika yang berutang tidak mampu membayar utangnya ketika jatuh tempo, maka berdasarkan penetapan pengadilan barang yang dijadikan jaminan tersebut dapat dijual dan utang pemilik barang dapat dilunasi.