Kamis 30 Aug 2012 18:18 WIB

Hukum Pegang Gadai dalam Islam (2)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: wordpress.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Apabila pemberi utang memanfaatkan barang jaminan tersebut, maka hasil yang dimakannya atau dimanfaatkannya itu termasuk dalam kategori riba.

Hal ini sejalan pula dengan sebuah hadis Rasulullah SAW,"Setiap utang yang dibarengi dengan pemanfaatan (untuk pemberi utang) adalah riba.” (HR. Baihaqi).

Karena akad bai’ al-wafa’ sejak semula telah ditegaskan sebagai jual beli, maka pembeli dengan bebas memanfaatkan barang tersebut.

Hanya saja, pembeli tidak boleh menjual barang itu kepada orang lain selain kepada penjual semula, karena barang jaminan yang berada di tangan pemberi utang merupakan jaminan utang selama tenggang waktu yang disepakati tersebut.

Apabila pihak yang berutang telah mempunyai uang untuk melunasi utangnya sebesar harga jual semula pada saat tenggang waktu jatuh tempo, barang tersebut harus diserahkan kembali kepada penjual. Dengan cara bai’ al-wafa’ ini, kemungkinan terjadinya riba dapat dihindarkan.

Jual beli yang dibarengi dengan syarat tersebut termasuk jual beli yang dilarang syarak. Hal ini sesuai dengan sebuah hadis, "Rasulullah SAW melarang jual beli yang dibarengi dengan syarat.” (HR. Muslim. An-Nasa'i, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Menurut Mustafa Ahmad Az-Zarqa, dari gambaran bai’ al-wafa’di atas terlihat bahwa akadnya terdiri atas tiga bentuk, yaitu:

1). Ketika dilakukan transaksi akad ini merupakan jual beli, karena di dalam akad dijelaskan bahwa transaksi itu adalah jual beli. Misalnya, melalui ucapan penjual “Saya menjual sawah saya kepada engkau seharga lima juta rupiah selama dua tahun.”

2). Setelah transaksi dilaksanakan dan harta beralih ke tangan pembeli, transaksi ini berbentuk ijarah (pinjam-meminjam/sewa-menyewa), karena barang yang dibeli tersebut harus dikembalikan kepada penjual sekalipun pemegang harta itu berhak memanfaatkan dan menikmati hasil barang itu selama waktu yang disepakati.

3). Di akhir akad, ketika tenggang waktu yang disepakati sudah jatuh tempo, bai’ al-wafa’ seperti rahn, karena dengan jatuhnya tempo yang disepakati kedua belah pihak, penjual harus mengembalikan uang kepada pembeli sejumlah harga yang diserahkan pada awal akad. Dan pembeli harus mengembalikan barang yang dibeli itu kepada penjual secara utuh.

 

sumber : Ensiklopedi Hukum Islam
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement