REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Islam telah menyelamatkan rapper asal Prancis Regis Fayette-Mikano dari dunia narkoba, pembunuhan dan aksi bunuh diri seperti yang dilakukan teman terdekatnya.
"Alhamdulillah, aku berdamai dengan diriku, dan Islam mengubah kehidupanku jadi lebih baik," papar dia seperti dikutip nytimes.com, Senin (26/8).
Lahir di Paris, Fayette-Mikano yang berganti nama menjadi Abd Al Malik dibesarkan dalam lingkungan Katolik. Sejak kecil, Fayette menikmati kasih sayang keluarganya.
Ia bahkan rajin mengikuti layanan gereja. Di sekolah ia menjadi pelajar yang berprestasi.
Cerita manis itu mulai berubah ketika ia bergaul dengan orang-orang yang berada dalam lingkaran narkotika dan minuman keras. Sekian lama, ia akhirnya mulai menjual obat-obatan terlarang di klub malam dan restoran.
"Saya punya kehidupan ganda. Pagi hari, aku menjadi seorang anak yang baik. Sore harinya, aku menjadi penyuka kehidupan malam. Saya pikir itu normal, tetapi," kata dia.
Ketika berusia 16 tahun, Abd Al Malik dan teman-temannya bertemu sekelompok warga lokal yang berbicara tentang Islam dan Muslim. Disaat bersamaan, banyak temannya bunuh diri dan terlibat dalam rangkaian pembunuhan. Tak berpikir panjang, Ia mulai mendengarkan apa yang dikatakan warga lokal tadi.
Dua minggu mengikuti diskusi tentang Islam, ia dan temannya memutuskan untuk memulai hidup baru. Hingga pada satu hari, mereka memutuskan untuk memeluk Islam. "Islam itu benar-benar mengubah hidupku, menata dan mengatur sedemikian rupa sehingga menjadikan hidup seorang Muslim begitu luar biasa," kata dia.
Namun, ada satu hal yang menganggu pikiran Fayette ketika ia mendalami Islam. Ia merasa kecewa dengan kehadiran kelompok militan yang membuat citra Islam menjadi negatif. Tapi ia menyadari, setelah diberitahu sebuah ayat suci Alquran yang menyebutkan," Ku ciptakan kalian berbeda sehingga kalian dapat mengenal satu dengan yang lainnya," kata dia.
Prancis
Fayette merupakan imigran asal Kongo. Sebagai imigran, ia harus siap menghadapi segala bentuk diskriminasi. Namun, hal itu tidak mengurangi rasa bangga dirinya menjadi bagian dari Prancis. "Ketika saya menulis lagu, saya masukan pemikiranku tentang masalah rasisme, identitas dan nasib imigran Prancis. Saya ingin ungkapkan bahwa keragaman adalah bagian dari identitas Prancis," kata dia.
Harus diakui, lanjut dia, tidak semua warga Prancis menyadari keragaman yang dimiliki negaranya. Itulah masalah utama yang dihadapi Prancis. Islam sendiri mengakui keberagaman, dan tidak membeda-bedakan asal usul Muslim. "Islam memberikan kekuatan padaku untuk mengatasi rasa frustasi terhadap Prancis," kata dia.
Istri Fayette, Nawell Azzouz mengatakan semenjak memeluk Islam, Fayette telah berdamai dirinya sendiri, dan menerima masa remajanya yang kelam. Islam melepaskan ketakutan dalam dirinya ketika berhadapan dengan diskriminasi.
"Ia sekarang tahu siapa dirinya, bagaimana posisinya dan menjadi percaya diri ketika menghadapi lingkungan dan identitasnya," kata Nawell.