Rabu 15 Aug 2012 15:15 WIB

KH Mas Abdurrahman, Ulama Kharismatik dari Pandeglang (2)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: wordpress.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Ayah KH Mas Abdurrahman bernama KH Mas Jamal, adalah sosok orang tua yang memiliki keinginan tinggi agar anaknya menjadi seorang ulama dan pendidik dalam memajukan umat.

Karena pada saat itu, kondisi bangsa Indonesia sedang kacau akibat penjajahan Belanda. Keluarga KH Mas Jamal berasal dari kalangan taat ibadah, bertekad untuk menyebarkan ajaran Islam dan memajukan pendidikan umat.

Untuk menularkan keilmuan yang dimilikinya, KH Mas Jamal menekankan pentingnya ajaran agama bahkan mengajar mengaji kepada putranya, KH Mas Aburrahman.

Karenanya, KH Mas Abdurrahman kerap ikut mengaji bersama ayahnya, meski harus mendaki gunung. Terkadang, sang ayah terpaksa menggendongnya, karena tidak kuat naik gunung.

KH Mas Abdurrahman pernah belajar pada KH Shahib. Setelah cukup dewasa, ia dimasukkan ke sebuah Pondok Pesantren Alquran yang berada di daerah Serang. Di sini, ia berada di bawah bimbingan KH Ma'mun yang merupakan seorang guru spesialis dalam bidang Alquran.

Saat usia 10 tahun, ayahnya pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Namun, di saat sedang melaksanakan haji, sang ayah meninggal. Jasadnya kemudian dikuburkan di Tanah Suci. Kendati demikian, peristiwa tersebut tidak membuatnya larut dalam kedukaan. Sebaliknya, ia selalu berdoa agar bisa pergi ke Tanah Suci yang tujuannya untuk ibadah haji, menuntut ilmu, dan melihat makam ayahnya.

Bermukim di Makkah

Kesempatan untuk menunaikan ibadah haji baru terlaksana pada 1905. Dengan bekal hanya cukup untuk ongkos pergi, KH Mas Abdurrahman pun berangkat ke Tanah Suci.

Di samping menunaikan ibadah haji, kesempatan tersebut juga ia gunakan untuk bermukim guna menuntut ilmu agama sekaligus berziarah ke makam ayahandanya walaupun tidak jelas di mana kuburannya.

Semua hambatan dan rintangan, baik uang saku yang terbatas maupun kondisi alam di Makkah yang berbeda dengan Indonesia, berhasil ia atasi. Karena uang saku yang minim, selama tinggal di Makkah ia memilih untuk tidur maupun belajar di dalam Masjidil Haram.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement