Senin 13 Aug 2012 22:50 WIB

Baitul Mal, Sumber Kemakmuran di Era Kekhalifahan (2)

Rep: Heri Ruslan/ Red: Chairul Akhmad
Baitul Mal (ilustrasi).
Foto: onlineinvestingai.com
Baitul Mal (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Setiap dirham pemasukan yang diperoleh dari seluruh wilayah negara Islam dimasukkan di Baitul Mal. Ada enam sumber pemasukan yang dikelola Baitul Mal alias rumah harta.

Pertama berasal dari zakat mal yang mencapai 2,5 persen dari penghasilan. Sumber pemasukan itu hanya dihimpun dari umat Muslim saja.

Kedua, berasal dari jizyah yakni pajak perlindungan yang ditarik dari non Muslim yang tinggal di wilayah Muslim. Meski begitu, non-Muslim yang sakit, miskin, wanita, anak-anak, orangtua, pendeta serta biarawan dibebaskan dari jizyah.

Ketiga, bersumber dari ushr yakni pajak tanah yang khusus diberlakukan bagi perusahaan-perusahaan besar. Nilainya mencapai satu per sepuluh dari produksi. Keempat, berasal dari khiraj, yakni pajak tanah.

Kelima, bersumber dari ghanimah, yakni satu per lima dari hasil rampasan perang. Keenam, berasal dari pajak yang dipungut dari saudagar atau pengusaha non-Muslim, karena mereka tak membayar zakat.

Dana yang berhasil dihimpun Baitul Mal itu lalu disalurkan untuk menjamin kesejahteraan rakyat miskin yang membutuhkan. Tak hanya itu, rakyat yang lemah dan cacat baik Muslim maupun non-Muslim mendapat santunan dari Baitul Mal.

Orang tua yang tak mampu lagi mencari penghasilan juga mendapat jaminan kehidupan dari Baitul Mal. Anak-anak yatim-piatu yang tak lagi memiliki pelindung mendapat jaminan dari negara yang dananya berasal dari Baitul Mal.

Meski ada lembaga yang bertugas untuk menjamin kesejahteraan rakyat, Khalifah Umar tak lantas berpangku tangan. Setiap malam, khalifah berkeliling ke berbagai tempat untuk memastikan rakyatnya hidup dalam kecukupan dan tak kelaparan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement