Senin 06 Aug 2012 07:10 WIB

KH Noer Alie: Singa Karawang-Bekasi (Bag 2)

Rep: Friska Yolandha/ Red: Heri Ruslan
KH Noer Alie
Foto: blogspot
KH Noer Alie

REPUBLIKA.CO.ID, KH Noer Alie lahir di Bekasi yang masih menjadi bagian dari Keresidenan Batavia tepatnya di Desa Ujung Malang, Onderdistrik Babelan, Distrik Bekasi, Regentschap Meester Cornelis. Tidak ada yang tahu kapan tepatnya pahlawan yang dijuluki Si Belut Putih itu lahir. Tidak menjadi kebiasaan bagi warga sekitar untuk mencatat peristiwa yang terjadi pada saat itu. Namun KH Noer Alie diyakini lahir pada 1914.

Ayahnya adalah seorang petani bernama Anwar bin Layu dan ibunya Maimunah binti Tarbin. Ketika berusia tiga tahun,  Alie sudah dapat berbicara bahasa ibu dan mengeja huruf. Salah satu kelebihannya yang terlihat sejak kecil adalah sikap pemimpinnya.

Ia tidak ingin tampil di belakang, tetapi ingin berada di depan dan tidak mau kalah. Hampir semua permainan yang dimainkan bersama teman-teman kecilnya selalu dimenangkannya. Sejaki kecil,  ia sudah memperlihatkan semangat belajar yang sangat tinggi.

Menginjak usia delapan tahun,  ia dikhitan dan  mulai mempelajari agama pada Maksum di Kampung Bulak. Maksum  mengajarinya mengeja huruf Arab, membaca Juz Amma, dan menghafal-hafal rukun Islam serta rukun Iman.

Alie kecil belajar agama kepada Guru Maksum selama tiga tahun, kemudian belajar pada Guru Mughni di Ujung Malang pada 1925.  Ia mulai mempelajari tata bahasa Arab, Tajwid, Nahwu, Tauhid, dan Fikih.

Noer Alie dikenal sebagai murid yang cerdas dan tekun. Ia menguasai seluruh mata pelajaran. Tak heran jika Guru Mughni amat menyayanginya. Berkat kepintarannya, Guru Mughni mempercayainya sebagai ‘’badal’’, yaitu murid yang menggantikan gurunya apabila berhalangan mengajar.

Selepas belajar pada Guru Mughni, ia mempelajari agama pada Marzuki. Di pondokan Guru Marzuki yang setingkat Aliyah itu, Noer Alie memperdalam ilmu agamanya. Seiring bertambahnya usia dan ilmu dari para gurunya, keingintahuan Noer Alie terhadap dunia luar pun semakin kuat.

Ia sangat ingin menunaikan ibadah haji ke Makkah. Awalnya, niat mulianya itu sempat diragukan guru-gurunya , mengingat kondisi ekonomi Alie. Karena niat anaknya yang sudah bulat,  ayahnya lalu meminjam uang kepada majikannya dan dibayar bertahun-tahun.

Sebelum berlayar menuju Makkah, Guru Marzuki sempat berpesan,  “Meskipun di Makkah kau belajar pada banyak Syeih, janganlah lupa belajar pada Syaeh Ali al Maliki.” Ia berangkat menuju Makkah bersama sahabatnya Hasbullah pada 1943. Di Tanah Suci itu, Noer Ali menimba ilmu selama enam tahun.

Ia pun menghubungi Syekh Ali al Maliki yang saat itu berusia 75 tahun. Beliau adalah guru dari Marzuki. Kepada sang syekh,  Noer Alie lebih banyak mempelajari Hadis.Ia juga menimba ilmu dari sejumlah ulama, seperti: Syekh Umar Hamdan tentang Kutubussittah, Syekh Ahmad Fatoni tentang fiqih dari Kitab Iqna, Syekh Muhammad Amin al Quthbi tentang ilmu Nahwu, Qawafi (sastra), dan Badi. Ia juga mempelajari ilmu politik dari Syekh Abdul Zalil.

Selama menimba ilmu di Makkah semangat nasionalismenya kian menggelora, setelah disindir oleh seorang pelajar asing yang belajar bersamanya. “Mengapa Belanda yang negaranya kecil dapat menjajah Indonesia? Seharusnya mereka dapat diusir dengan mudah jika ada kemauan,” kata pemuda itu.

Pernyataan itu membuat gundah hati Noer Alie. Ia lalu membentuk perhimpunan mahasiswa bersama teman-teman Indonesianya. Kelompok tersebut bernama Perhimpunan Pelajar Betawi. Tentu saja, Noe Alie tampil sebagai ketuanya.

Ketika Perang Dunia II meletus, Noer Alie memutuskan untuk kembali ke Tanah Air. Ia tiba di tanah kelahirannnya pada awal Januari 1940 dan mendirikan sebuah pesantren. Pada tahun yang sama ia menikah dengan putrid Guru Mughni, Siti Rahmah binti Mughni.

                                                                           ***

Setelah mengundurkan diri dari politik praktis, KH Noer Alie menyibukkan diri dengan Pesantren Bahagia yang dibangunnya. Pesantren yang tadinya berdiri di Kampung Dua Ratus ini kemudian dipindahkan ke Ujung Malang agar memudahkannya dalam proses belajar-mengajar.

KH Noer Alie juga mendirikan Madrasah Tsanawiyah dan Sekolah Persiapan Madrasah Menengah Attaqwa. Bersama pejabat pemerintah daerah Bekasi dan tokoh Islam di Bekasi ia membentuk Yayasan Nurul Islam yang salah satu programnya membangun Islamic Center Bekasi.

KH Noer Alie jatuh sakit ketika benih ‘perkampungan surga’ impiannya itu mulai dirintis. Sejak Mei 1991, ia diharuskan beristirahat banyak di tempat tidur. Sembilan bulan kemudian Kolonel Noer Alie yang memiliki julukan Singa Karawang-Bekasi itu menghembuskan nafas terakhirnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement