REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - Sekilas bangunan ini tampak menyerupai klenteng. Tidak salah bila melihat warna merah, kuning dan hijau mendominasi bangunan masjid, mulai dari dinding, pilar, dan genteng. Ketika melihat bagian puncaknya, di mana terdapat kubah kecil maka pengunjung mulai menyadari bahwa bangunan ini adalah masjid.
Masjid itu bermana Nieuji. Masjid yang dibangun pada tahun 996 pada era Dinasti Liao ini merupakan saksi dari perpaduan dua budaya yakni Cina dan Timur Tengah. Dari masjid inilah, dalam dekade terakhir, berdiri masjid-masjid dengan gaya arsitektur serupa bermunculan.
Li Weijian, profesor Institut Sosial Agama-agama Dunia memperkirakan 70 persen masjid Cina bergaya Timur Tengah. Hal itu terjadi sejak 1978 atau tepatnya setelah revolusi kebudayaan. "Perpaduan budaya Islam dan Cina begitu terlihat di segala bidang dari budaya hingga komersial. Dari Politik hingga ekonomi," papar Li, seperti dikutip dari thenational.ae, Rabu (18/7).
Ia mengatakan sebagian komunitas muslim di Cina ketika membangun masjid lebih dominan memperlihatkan pengaruh Timur Tengah. Alasannya, membangun masjid dengan gaya tradisional Cina membutuhkan biaya besar. Ini karena, kayu sebagai bahan material utama begitu mahal.
"Faktor penentu lainnya, masuknya dana dari Timur Tengah, seperti yang dialami Muslim Indonesia dan Pakistan," ungkapnya.
Zang Xiaowei, pakar studi Cina Universitas Sheffield mengungkap organisasi-organisasi asing, khususnya yang berasal dari Arab Saudi, begitu aktif memberikan dana kepada komunitas Muslim Cina untuk membangun masjid. "Namun beda kasus dengan komunitas muslim di Xianjiang. Mereka banyak dipengaruhi budaya Turki dan Asia Tengah," kata Zang.
Jacqueline Armijo, pakar hubungan internasional Universitas Qatar mengatakan pengaruh Timur Tengah terhadap Muslim Cina mengancam karakter lokal. "Muslim yang belajar ke Timur Tengah datang dengan pengaruh Arab yang kuat, seperti misal penulisan kaligrafi. Selanjutnya, mereka tidak lagi bersedia menulis dengan gaya lokal," ungkapnya.
Baru-baru ini, ada upaya kembali menjaga tradisi lokal. Sebagai contoh, masjid bergaya tradisional Cina kembali dibangun. Namun, harus diakui tidak sebanyak masjid bergaya Timur Tengah.
"Muslim Cina mulai menyadari kekeliruan mereka meniru tradisi luar. Ini sangat penting, guna menjaga nilai otentik sejarah Islam di Cina," kara Armijo.