Senin 09 Jul 2012 22:02 WIB

Jeremy Boulter: Tuhan Itu Perkasa, Tak Butuh Perantara (1)

Rep: Agung Sasongko/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam beragama Jeremy Ben Royston Boulter, seorang penganut Katolik, berkeyakinan bahwa Tuhan sebagai pencipta alam semesta tidak membutuhkan medium untuk berkomunikasi dengan ciptaan-Nya.

Dan sebaliknya, manusia tidak membutuhkan medium untuk berkomunikasi dengan-Nya. Prinsip itu ia jaga saat mencari kebenaran hakiki.

Jeremy dilahirkan memang dilahirkan dalam keluarga Katolik. Akan tetapi ia tidak memercayai Yesus sebagai Tuhan, dan Maria sebagai Ibu Tuhan. Menurutnya, Yesus dan Bunda Maria hanyalah penghubung Sang Pencipta.

"Saya merasa frustasi dengan Perjanjian Lama. Terlalu banyak kejanggalan. Misalnya saja, Tuhan menganggap Yerusalem sebagai istrinya, dan apa yang dipercaya membuat keduanya berposisi sejajar. Tetapi, Tuhan memanggilnya pelacur, dan memintanya agar bertobat. Bagaimana ini?" kata dia.

Jeremy menduga Alkitab merupakan dalih gereja untuk tujuan tertentu. Merasa tak menerima logika yang dibangun Alkitab, ia memilih untuk mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya.

Ia pelajari sejarah Perang Salib, termasuk manuver Paus saat membangun kekuatan dan kekuasaan di Eropa melalui Portugis dan Spanyol. Ia juga mempelajari pemerintahan teror ala Machiavelli.

"Dari apa yang saya baca, saya melihat upaya gereja menahan dan menolak kemajuan ilmu pengetahuan. Saya percaya Tuhan versi Alkitab adalah palsu, dirancang untuk membohongi banyak orang demi kekuasaan," ucapnya.

Dalam pemahaman Jeremy, Tuhan versi Alkitab adalah sosok yang tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan. Ia membutuhkan medium untuk berkomunikasi dengan ciptaan-Nya. Jadi, Jeremy sulit menerima logika ini.

Pemahaman itu kian menguat ketika ia banyak membaca fiksi ilmiah dan teori konspirasi primitif. Menurutnya, pemikiran Erich Von Daniken (Chariots of The Goods) dan Charles Berlitz dan William Moore (The Philadelphia Experiment) membuka pikirannya bahwa ada semacam konpirasi yang dilakukan kalangan elite dan pemerintah terhadap masyarakat awam.

Namun, tidak setiap negara dan pemerintahan terlibat dalam konspirasi besar. "Saya membutuhkan perbandingan guna mendapatkan kesimpulan yang pasti. Maka saya jadikan Hindu dan Buddha sebagai bahan perbandingan," kata dia.

sumber : Islam Religion
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement