Rabu 20 Jun 2012 19:35 WIB

As-Syakwa wa Al-Itab, Mengelola Potensi Individu (2)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Kitab (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com
Kitab (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Pada bab kedua, misalnya, Ats Tsa’alabi membahas bagaimana menghadapi pembantu, budak, dan pelayan yang sehari-hari mengabdi di rumah.

Di bab yang lain, figur yang dikenal piawai di berbagai bidang keilmuan itu membahas fenomena rasa rindu yang hinggap pada diri seseorang. Dan, di bab terakhir ia menukil argumentasi tentang urgensi bersikap adil.

Bukan asal teguran

Dalam bukunya ini, murid ulama ternama, Abu Bakar al-Khawarizmi tersebut, menyajikan teks-teks keagamaan terkait sebuah teguran pada bab pertama.

Menurut dia, sebagaimana yang terdapat di hadis riwayat Anas bin Malik RA, Rasulullah tidak pernah menegur—dalam konotasi negatif—selama Anas tinggal dan membaktikan diri kepada Rasulullah. “Saya mengabdi kepada Rasulullah selama 10 tahun. Beliau tidak pernah berkata ‘uff’ , tidak pernah mencela apa yang kuperbuat, dan tidak pernah marah,” ungkap Anas yang dijuluki Khadim Ar-Rasul (pembantu Rasulullah).

Riwayat lain menyebutkan, kesalahan apa pun yang diperbuat tak sepantasnya disebarluaskan, sekalipun pelanggaran yang dilakukan adalah zina. “Jika pembantu perempuan kalian berzina, berlakukanlah had, dan janganlah kalian mempermalukannya (di hadapan publik),” demikian sabda Rasulullah.

Menurut Abu Ad Darda’—seperti dinukil Ats Tsa’alabi — teguran santun di kondisi tertentu tetap dibutuhkan, tanpa menghilangkan arti sebuah hubungan atau mungkin, menafikan estetika pergaulan. Dengan teguran-teguran ‘bersahabat’ itu, diharapkan mampu mempertahankan hubungan yang telah terjalin apik.

“Menegur saudara lebih mudah dibandingkan kehilangan mereka,” kata Abu Ad Darda’. Teguran harus menjadi prosedur pertama yang lazim dijalani sebelum dijatuhkan sanksi. Hal ini seperti dikutip dari Aus bin Haritsah. Ia pernah berkata kepada salah satu anaknya, “Teguran sebelum hukuman.”

Ats-Tsa’alabi mengutip pula beberapa teks yang menegaskan pentingnya memperlakukan para budak dengan baik. Hadis riwayat Ali bin Abi Thalib menyebutkan kedudukan seorang budak di mata Allah. Budak ahli ibadah dan mampu memberikan nasihat yang baik untuk tuannya, dijanjikan-Nya termasuk salah satu golongan yang pertama kali masuk surga, selain para syahid.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement