Kamis 14 Jun 2012 19:54 WIB

KH Muhammad Dahlan: Perintis Musbaqah Tilawatil Quran (1)

Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ)
Foto: Republika/Amin Madani
Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nidia Zuraya

Nahdlatul Ulama (NU) dikenal sebagai organisasi sosial keagamaan yang bersifat tradisional. Meski begitu, tak berarti dalam tubuh ormas Islam terbesar di Nusantara itu tak pernah terjadi upaya pembaruan. Selain KH Wahid Hasyim, NU juga memiliki seorang tokoh pembaruan yang juga amat berpengaruh yakni KH Muhammad Dahlan.

Peran dan jasa Kiai Dahlan bagi perkembangan Islam begitu besar. Ia adalah ulama yang memelopori berdirinya organisasi wanita NU, yakni Muslimat NU. Bahkan dengan kegigihannya, ia  berhasil meyakinkan dua tokoh pendiri NU, KH Hasyim Asy'ari dan KH Abdul Wahab Chasbullah, untuk membentuk organisasi kaum perempuan NU.

Selain itu, Kiai Dahlan bersama KH. Ibrahim Hosen juga turut berjasa memprakarsai penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat nasional  yang untuk pertama kalinya diadakan di Ujungpandang. Selain itu, bersama KH Zaini Miftah, KH Ali Masyhar dan Prof HA Mukti Ali pada 23 Januari 1970 membentuk Yayasan Ihya Ulumuddin, merintis berdirinya Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ), sebuah perguruan tinggi yang secara khusus mengajarkan seni baca dan menghafal Alquran.

Muhammad Dahlan adalah putra ketiga dari lima bersaudara pasangan Abdul Hamid dan Chamsiyah. Ia dilahirkan Desa Mandaran Rejo, Pasuruan, Jawa Timur, pada tanggal 2 Juni 1909. Ayah dan ibu Dahlan termasuk orangtua yang sangat berdisiplin menanamkan kesadaran kepada putra-putrinya agar taat menjalankan ajaran agama.

Di samping bimbingan yang diterima dari kedua orangtuanya, dasar-dasar pendidikan yang kemudian hari banyak mewarnai corak kepribadian Dahlan didapat dari Pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo dan Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur. Di kedua pesantren itulah Dahlan muda bertemu dengan tokoh besar NU lainnya seperti KH Wahid Hasyim dan KH Masykur.

Selain di dua pesantren itu, Dahlan juga pernah mengenyam pendidikan di Makkah. Bersama kakak sulungnya, Hasyim, ia rajin mengikuti kegiatan pengajian yang diselenggarakan di sekitar halaman Masjidil Haram. Di kota suci pertama bagi umat Islam itu ia belajar berbagai ilmu keagamaan dan mengenal dunia luar secara umum yang kelak menjadi bekal dalam membangun negerinya terutama ketika berkiprah di NU. (bersambung)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement