REPUBLIKA.CO.ID, SITTWE--Lengkap sudah penderitaan muslim Rohingya. Setelah terlibat dalam ketegangan antar etnis, Muslim Rohingya harus menghadapi krisis pangan.
Senator negara bagian Rakhine, Aung Kyaw Myat mengatakan ketegangan antara kedua kelompok telah mereda. Namun, dampak selanjutnya adalah ada sekitar 20 ribu pengungsi di Sittwe. Kebanyakan dari mereka lari dari desa-desa untuk menyelamatkan diri.
"Kini, mereka membutuhkan makananan. Kondisi semakin parah, ketika cuaca tidak bersahabat. Pertanyaannya, bagaimana dengan kesehatan mereka, dan apakah mereka memiliki tempat berlindung," kata Kyaw Mat seperti dikutip onislam.net, Kamis (14/6).
Kyaw Myat mengatakan perusahaan yang mendistribusikan makanan ke daerah Sittwe juga tidak beroperasi. Lebih buruk lagi, angkutan baik dari dan menuju ke kota juga terhenti.
Utusan khusus PBB untuk Myanmar, Vijay Nambiar, mengatakan PBB dan kelompok bantuan juga terpaksa menarik keluar para staf dari kota tersebut.
Anggota parlemen Partai Uni Solidaritas dan Pembangunan, Mauh Shwe mengatakan pihaknya akan menjamin keselamatan muslim yang mengungsi ke luar Sittwe. Pihaknya memastikan aparat militer Myanmar akan berjaga hingga situasi dan kondisi kembali normal. "Kami tahu, mereka takut ada serangan lagi," katanya.
Muslim membentuk hampir lima persen dari lebih dari 53 juta penduduk Myanmar. Kelompok terbesar Muslim Myanmar adalah etnis minoritas-Bengali, umumnya dikenal sebagai Rohingya.
Seperti diberitakan sebelumnya, sedikitnya 21 orang tewas dan ratusan rumah dibakar dalam bentrokan di Sittwe, negara bagian Rakhine. Bentrokan itu melibatkan Muslim Rohingya dan warga Myanmar yang beragama Buddha.