REPUBLIKA.CO.ID, Ada banyak pintu rezeki. Tiap-tiap anak Adam mendapatkannya dari pintu dan tentunya, cara yang berbeda-beda. Di antara jalan memperoleh rezeki ialah dengan cara berwiraswasta.
Ragamnya pun bervariasi. Mulai dari berdagang hingga bercocok tanam, atau bertani misalnya. Berwiraswasta pun dalam agama Islam dipandang amat mulia. Jauh lebih berharga ketimbang berpangku tangan atau bahkan meminta-minta.
Suatu saat, seperti yang dikisahkan dalam riwayat Abu Dawud, seorang sahabat mendatangi Rasulullah SAW dan meminta uang atau makanan.
Beliau lantas menegurnya dan mengatakan, “Apakah di rumahmu, tidak ada apa pun?”
Lelaki itu menjawab, “Ada, hanya sejumlah pakaian yang dipakai secara bergantian dan wadah air.”
Rasulullah pun meminta agar barang-barang tersebut dibawa ke hadapannya. Permintaan itu pun dikabulkan oleh lelaki tersebut.
Rasulullah lantas mengambilnya untuk dijual. “Siapa yang hendak membeli dua barang ini?” ucap Rasulullah menawarkan barang. Seorang sahabat menawarnya dengan harga satu dirham.
“Siapa yang membeli dua dirham?” kata Rasulullah. Sahabat lainnya berani menawar dua dirham.
Kemudian, dua dirham itu diberikan kepada pemiliki barang. Rasulullah mengatakan agar satu dirham dibelikan makanan untuk keluarganya. Sedangkan sisanya dibelikan karung. Perintah itu pun dilaksanakan.
Rasulullah sendiri kemudian mengikat pemotong dengan sebuah tongkat dan menyuruhnya pergi mencari kayu untuk dijual. “Jangan mendatangiku hingga 15 hari,” pesan Rasulullah.
Semua arahan Rasulullah dilaksanakan. Lalu ia mendatangi Rasulullah dengan mengantongi 10 dirham dari jerih payahnya. Dari penghasilan itu, ia membeli baju dan makanan buat keluarganya.
Rasulullah bersabda, “Hal ini jauh lebih baik bagimu daripada mendatangkan masalah sebagai tanda di wajahmu kelak di hari kiamat. Sesungguhnya, masalah hanya pantas bagi tiga (golongan): miskin sangat, terlilit utang, dan terserang penyakit menahun.”




