REPUBLIKA.CO.ID, Badruddin bin Al-Munayyir Al-Maliki dalam Mashabih Al-Jami menegaskan, bagaimana mungkin melaksanakan wasiat Rasulullah untuk memelihara masjid, sementara opsi memoles masjid agar bagus itu tidak diperbolehkan?
Misalnya, Masjidil Haram konon pernah rusak dan kembali direnovasi berulang kali. Bayangkan bila rekonstruksi dan mengubah bangunan masjid lebih baik dari bentuk sebelumnya tidak diperkenankan.
Imam Az-Zarkasyi dalam I’lam As-Sajid mengutip pernyataan dari Al-Baghawi. Menurut Al-Baghawi, barangsiapa yang berkonstribusi ikut menyumbang masjid yang megah, tindakannya itu tidak dikategorikan sebagai kemungkaran. Justru perbuatannya itu dianggap penghormatan bagi syiar Islam.
Pendapat lainnya mengatakan bahwa hukum mendirikan masjid dengan megah adalah makruh. Pendapat ini disuarakan oleh Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal. Di kalangan para sahabat bahkan konon mereka melarang umat Islam bermegah-megahan membangun masjid.
Ungkapan para sahabat itu sering dinukil bahwasanya bila umat Islam menghiasi mushaf mereka dan membangun megah masjid mereka maka tunggulah kehancuran.
Sebagian pakar fikih dari Mazhab Hanbali dan salah satu riwayat pendapat dari Mazhab Syafi’i menegaskan pelarangannya secara mutlak. Menurut mereka, hukum bermegah-megahan dalam membangun masjid adalah haram. Apalagi, jika dipermak dengan emas dan perak.
Tindakan itu tergolong kemungkaran karena termasuk berlebih-lebihan (israf). Perbuatan ini juga bisa menyakiti perasaan dan hati kaum dhuafa. Ibnu Al-Hajib dalam Al-Madkhal mengutarakan, memegahkan bangunan masjid adalah bid’ah dan tanda-tanda kiamat.
Ia menambahkan bahwa ulama sepakat, penggunaan uang wakaf untuk pembangunan secara megah itu hukumnya tidak boleh. Bila tetap dilakukan maka pihak pelaksana berkewajiban mengembalikannya dalam nominal yang sama.
Al-Munawi dalam kitab Faidh Al-Qadir juga menegaskan hal yang sama. Ia berpendapat, bermegah-megahan mendirikan masjid hukumnya tidak boleh. Karena itu, pendapat yang masyhur dalam Mazhab Syafi’i, tidak boleh membangun masjid dengan mewah. Termasuk pula, misalnya memoles Ka’bah dengan emas atau perak. Soal ini, hukumnya haram mutlak. Sedangkan, pemolesan dengan selain kedua hal itu hukumnya makruh.