REPUBLIKA.CO.ID, Artis asal Amerika Serikat, Lady Gaga, boleh saja batal manggung di Indonesia. Tetapi, tak ada satu pun yang menjamin puluhan atau bahkan ratusan artis impor lainnya akan datang dengan penampilan yang sama atau bahkan jauh lebih tak pantas.
Di dunia hiburan, terkadang norma-norma dan adat kesantunan diabaikan. Asal mendatangkan rupiah, bagi para pebisnis terkadang etika pun tak lagi jadi soal.
Tak sedikit promotor akan memutar otak agar bisnis mereka tetap jalan, termasuk dengan cara mendatangkan artis-artis sero nok.
Lantas, bagaimana hukum promotor musik mengundang artis-artis luar negeri yang dianggap kontroversial dan bertentangan dengan agama?
Apakah hukum serupa juga berlaku untuk penyelenggara musik-musik lokal yang juga kerap mengumbar aurat secara murahan? Dari segi hukum agama, persoalan ini mengundang perhatian sejumlah kalangan.
Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Hasanuddin AF, mengatakan pihak yang mempromosikan artis-artis seronok dikategorikan membantu terlaksananya perbuatan-perbuatan maksiat. Tindakan tersebut tidak diperbolehkan dalam agama. Apalagi, bila hiburan yang disuguhkan ke penontonnya adalah berbau pornografi dan pornoaksi.
MUI, katanya, telah mengeluarkan fatwa Nomor 287 tahun 2001 tentang Pornografi dan Pornoaksi. Salah satu klausul fatwa itu ialah memperlihatkan aurat, yakni bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi laki-laki dan bagian tubuh selain muka, telapak tangan, dan telapak kaki bagi perempuan, adalah haram. Kecuali, dalam hal-hal yang diperbolehkan syariat.
Fatwa ini merujuk pada sejumlah dalil, antara lain Surah Al-Ahzab ayat 59. Dalil lainnya ialah hadis Nabi SAW tentang larangan berpakaian tembus pandang, erotis, sensual, dan sejenisnya. Misalnya, hadis riwayat Ahmad dan juga hadis riwayat Malik.