Jumat 01 Jun 2012 19:45 WIB

Kisah Sahabat Nabi: Suhail bin Amr, Tawanan yang Jadi Pahlawan (2)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Saat itu, orang-orang Quraisy pun merasa yakin bahwa usaha-usaha mereka tidak ada faidahnya, hingga mereka memutuskan untuk menempuh jalan berunding dan perdamaian.

Dan untuk melaksanakan tugas ini mereka pilihlah pemimpin mereka yang lebih tepat, tiada lain dari Suhail bin Amr.

Kaum Muslimin melihat Suhail datang dan mengenal siapa dia. Maka maklumlah mereka bahwa orang-orang Quraisy akhirnya berusaha untuk berdamai dan mencapai saling pengertian, dengan alasan bahwa yang mereka utus itu ialah Suhail bin Amr.

Suhail duduk berhadapan muka dengan Rasulullah, dan terjadilah perundingan yang berlangsung lama di antara mereka, yang berakhir dengan tercapainya perdamaian.

Dalam perundingan ini Suhail berusaha hendak mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya untuk Quraisy. Disokong pula oleh toleransi luhur dan mulia dari Nabi SAW yang mendasari berhasilnya perdamaian tersebut.

Sementara itu, waktu terus berjalan hingga tibalah tahun kedelapan Hijriyah. Rasulullah bersama kaum Muslimin berangkat untuk membebaskan Makkah. Quraisy melangar perjanjian dan ikrar mereka dengan Nabi SAW sehingga orang-orang Muhajirin pun kembali ke kampung halaman mereka.

Bersama mereka ikut pula orang-orang Anshari. Kembalilah pula Islam secara keseluruhannya, mengibarkan panji-panji kemenangannya di angkasa luas. Dan Kota Makkah pun membukakan semua pintunya. Sementara orang-orang musyrik terpaku dalam kebingungannya.

Rasulullah yang amat pengasih ternyata tidak hendak membiarkan mereka meringkuk demikian lama di bawah tekanan perasaan yang amat pahit dan getir ini. Dengan dada yang lapang dan sikap lemah lembut, dihadapkan wajahnya kepada mereka, “Wahai segenap kaum Quraisy,” kata beliau. “Apakah menurut sangkaan kalian, yang akan aku lakukan terhadap kalian?”

Mendengar itu tampillah musuh Islam kemarin, Suhail bin Amr, memberikan jawaban, “Harapan yang baik. Anda adalah saudara kami yang mulia, dan putra saudara kami yang mulia!”

Sebuah senyuman yang bagaikan cahaya, tersungging di kedua bibir Rasulullah kekasih Allah itu, “Pergilah, kalian bebas!”

Ucapan yang keluar dari mulut Rasulullah itu tidaklah akan diterima begitu saja oleh orang yang masih mempunyai perasaan, kecuali dengan hati yang telah menjadi peleburan dan perpaduan antara rasa malu, ketundukan dan penyesalan.

sumber : Sumber: 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement