Nikah via email
Dalam kajian fikih klasik, fenomena ini masuk dalam kategori pernikahan dengan mukatabah atau lewat media tulisan, berupa surat.
Bentuk praktiknya saat ini bisa terjadi melalui email ataupun media yang hanya menitikberatkan pada tulisan. Bisa juga dilaksanakan dengan melibatkan banyak orang lewat mailing list atau sekelompok orang dalam grup email atau komunitas lainnya.
Ada dua pendapat utama. Yang pertama, kelompok yang tidak memperbolehkan ijab kabul melalui surat, baik kedua belah pihak berada di tempat yang sama maupun terpisah.
Pandangan ini banyak dianut oleh mayoritas ulama dari Mazhab Maliki, Hanbali, dan Syafi’i. Menurut kalangan ini, sebuah akad ijab kabul harus menyambung langsung (ittishal), tanpa ada jeda. Hal itu tak bisa terwujud oleh sekadar tulisan surat.
Sedangkan, menurut Mazhab Hanafi, akad nikah melalui surat-menyurat diperbolehkan bagi pihak yang saling terpisah. Untuk kedua belah pihak yang sama-sama menghadiri prosesi akad, hukumnya tidak sah.
Ibnu Najim, seorang ulama bermazhab Hanafi dalam Al-Bahr Ar-Raiq mengatakan, akad dianggap sah bagi mereka yang hadir bila berupa lafal yang diucapkan langsung. Bagi mereka yang berhalangan dan berada di tempat berbeda, tulisan dianggap merepresentasikan pelaksanaan ijab kabul.
Abdul Ilah bin Al-Mazru’ dalam Aqd an-Nikah Ibr Al-Internet mengatakan, nikah lewat email diperbolehkan, tetapi dengan syarat yang ketat, yaitu terjaga dari kekeliruan dan manipulasi gadungan. Sifat hukum jawaz atau boleh menikah lewat email atau surat-menyurat tersebut tidak berlaku mutlak untuk setiap orang dan segala kondisi.
Tetapi, terbatas pada mereka yang dianggap berhalangan secara syariat. Ia tetap menyarankan agar pernikahan dilangsungkan secara normal dengan kehadiran pelaku ijab kabul dan para saksi di tempat dan waktu yang sama.