REPUBLIKA.CO.ID, MENADO- Mantan Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni akhirnya ikut mengomentari tentang azan yang dikumandangkan dari sejumlah masjid, terutama menjelang pelaksanaan shalat, terkait pernyataan Wapres Boediono baru-baru ini.
"Saya setuju harus keras," kata Maftuh yang juga sebagai pengurus Masjid Agung At-Tin, Jakarta Timur, melalui telepon dari Jakarta, Selasa.
Sebelumnya pada Muktamar VI Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Wakil Presiden Boediono, ketika membuka acara Muktamar VI Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, meminta agar umat Islam lebih memperhatikan masjid sebagai pusat peribadatan. Termasuk soal pengeras suara saat azan.
Wakil Presiden Boediono mengatakan, azan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari dibanding suara yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat ke telinga. Karena itu, Wapres minta Dewan Masjid Indonesia untuk mulai membahas tentang pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid.
Menurut Boediono, seluruh umat Islam memahami bahwa azan adalah panggilan suci bagi umat Islam untuk melaksanakan kewajiban salatnya. Namun di lain sisi Al-Quran pun mengajarkan kepada umat Islam untuk merendahkan suara sambil merendahkan hati ketika berdoa memohon bimbingan dan petunjuk-Nya.
Harus keras
Menanggapi pernyataan itu, Maftuh Basyuni mengatakan seharusnya azan dikumandangkan dengan suara keras. Pihaknya setuju hal itu, katanya.
Tetapi, lanjut dia, harus diperhatikan kondisi sekitar. Seperti di Jakarta ketika menjelang subuh. Di sejumlah masjid sudah diumumkan ajakan atau imbauan kepada umat Muslim agar segera bangun untuk menunaikan Shalat Subuh. Tapi ada masjid, kadang terdengar suara canda anak kecil melalui pengeras suara, disusul dengan bacaan shalawat.
Setelah itu, kegiatan di masjid berlanjut dengan azan dengan keras melalui pengeras suara. Lantas usai shalat berlanjut dengan zikir, juga dilakukan dengan pengeras suara.
Keadaan yang seperti ini sebetulnya bisa diatur oleh pengurus masjid setempat secara bijaksana. Tentu dengan memperhatikan dan menyesuaikan kondisi lingkungan masyarakat setempat. Bisa saja, usai azan tak perlu lagi aktivitas yang ada di dalam masjid didukung dengan pengeras suara.
Jika seluruh aktivitas di dalam memakai pengeras suara, maka jelas akan mengganggu orang lain. Bahkan bagi yang sedang sakit akan merasa terganggu. Dan lebih parahnya lagi, ada orang di masjid menyetel bacaan Al Quran, sementara petugas masjidnya tidur nyenyak. Hal ini harus dihindari. Karena itu, menurut dia, baiknya setelah azan, pengeras suara lebih baik diarahkan ke dalam masjid.
Tapi yang jelas, azan - sebagai tanda panggilan bagi umat muslim untuk shalat - itu memang harus disuarakan dengan keras, katanya.