REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Muslim AS merasa senasib dengan saudara-saudara mereka di Eropa. Sebab, apa yang dialami Muslim Eropa setali tiga uang dengan Muslim AS. Mereka pun menghadapi lawan serupa yakni diskriminasi yang dilakukan kelompok sayap kanan.
"Larangan jilbab dan pembangunan masjid merupakan persamaan yang dialami muslim AS dan Eropa," ungkap Juru bicara Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), seperti dikutip latimes.com, Kamis (26/4).
Hooper masih teringat bagaimana kalangan konservatif AS dengan keras menolak rencana pembangunan Islamic Center, dekat reruntuhan menara kembar di New York.
"Apa yang terjadi di sini adalah upaya untuk menjelek-jelekan Islam dan menjauhkan Muslim dari masyarakat. Anders Breivik merupakan kesimpulan logis dari pandangan negatif tentang Islam di sini dan Eropa," papar dia.
Peneliti Pusat Hukum dan Intelijen, Mark Potok mengungkapkan, data statistik Biro Investigasi Federal (FBI) mencatat bahwa pada 2009 aktivitas anti-Islam mencapai 107 kasus. Jumlah itu naik pada 2010 yang mencapai 160 kasus.
"Kenaikan ini paling dramatis semenjak tragedi 9/11. Yang membedakan kenaikan yang terjadi adalah sepenuhnya didalangi oleh politisi oportunistik dan islamofobia profesional," kata Potok.
Menurutnya, sebagian besar kasus berpusat pada masalah penerapan hukum syariah dan pembangunan masjid. Masalah itu dialami di banyak wilayah seperti Murfreesboro, Tennesse, Sheboygan, Wisconsin, dan Temecula, California.
"Saya melihat peran tokoh masyarakat sangat penting. Kami memiliki polisi dan sheriff untuk memnginformasikan tentang Islam dan Muslim," katanya.
Seperti diberitakan, lembaga Amnesti Internasional tidak menutup mata terhadap diskriminasi yang dialami komunitas Muslim Eropa. Dalam laporan berjudul Pilihan dan Prasangka yang dirilis Selasa (24/4), Amnesti Internasional meminta negara-negara Eropa seperti Belgia, Prancis, Belanda, Spanyol dan Swiss untuk bersikap menentang stereotip negatif terhadap Muslim.
Juru bicara Amnesti Internasional, Marco Perolini mengatakan partai politik dan pejabat publik haruslah membantu Muslim untuk menghadapi stereotip negatif. Sebab, diskriminasi yang terjadi mulai mengkhawatirkan.
"Muslimah ditolak dari pekerjaan, anak-anak perempuan ditolak menghadiri kelas lantaran berjilbab. Pria juga menghadapi penolakan yang sama hanya karena berjanggut," kata dia seperti dikutip alarabiya.net, Selasa (24/4).